Pengantar Pidana Bagi Pns

* The preview only display some random pages of manuals. You can download full content via the form below.

The preview is being generated... Please wait a moment!
  • Submitted by: Syafa'at
  • File size: 183.2 KB
  • File type: application/pdf
  • Words: 4,308
  • Pages: 17
Report / DMCA this file Add to bookmark

Description

,

Bimbingan Teknis Hukum Acara Pidana LAPORAN DAN PENGADUAN •.Laporan Pasal 1 (angka 24 ) :

Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hakdan kewajibannya berdasarkan undangundang kepada pejabat yang berwenang tetang telah atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. • Pengaduan Pasal 1 ( angka 25) Pemberitahuan yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yangmerugikannya. • Persamaannya : Laporan dan pengaduan sama-sama menyampaikan informasi kepada pejabat yang berwenang menerima laporan dan pengaduan . . Perbedaannya : Pelaporan bukan syarat penuntutan pidana dan dapat dilakukan oleh siapa saja dan mengenai tindak pidana apa saja terhadap baik pada jenis kejahatan maupun pelanggaran lalulintas. Pengaduan merupakan syarat essensial untuk dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap pelakunya dan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu yang berhak saja yaitu korban tindak pidana untuk jenis tindak pidana aduan saja atau jenis kejahatan tertantu, Tersangka : Orang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Jadi tersangka adalah orang yang diperiksa oleh penyidik ,karena dianggap sebagai pelaku tindak pidana. Bukti permulaan adalah sama dengan alat bukti yang sah atau berasal dari barang bukti /benda sitaan yang dalamproses lebih lanjut telah berubah menjadi alat bukti yang sah. Terdakwa : Seorang tersagka yang telah didakwa melakukan kejahatan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk dituntut,diperiksa dan diadili disidang pengadilan. Asas Praduga tak bersalah : Setiap orang yang disangka,ditangkap, ditahan,dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap .

SURAT KUASA Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :CHRIS ANGGARA HARSO N. Jenis Kelamin :Laki-laki Agama :Islam Pekerjaan :Swasta Alamat :Perumahan Kasongan, Kec. Kasihan, Bantul Yogyakarta Dengan ini mengaku dan menyatakan memberi kuasa kepada : Nama : 1. Tri Pomo M. Yusuf, S.H. Pekerjaan: Advokat dan Konsultan Hukum. Berkantor : di Jl. Lempuyangan No. 28 Yogyakarta. KHUSUS Untuk menjadi Penasehat hukum dalam perkara : PIDANA Sebagai: Penasehat hukum Pemberi kuasa / Tersangka Untuk : Mendampingi Pemberi kuasa dalam pemeriksaan di depan penyidik atas adanya laporan Polisi dari orang bernama TRI ARYANI berdasarkan No. Pol. : LP/K/353/XI/2008/Sek.Dpk.Brt. tertanggal 01 Nopember 2008 atas adanya dugaan perbuatan pidana Pengrusakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 406 KUH Pidana.

Pada : POLSEK DEPOK BARAT Untuk Penerima Kuasa ini saya beri wewenang untuk : Menghadap dan berbicara didepan Pejabat Pemerintah / Swasta, serta pihak – pihak yang bersangkutan, membuat dan menandatangani surat-surat yang diajukan sehubungan dengan perkara tersebut, menjawab, membantah hal-hal yang tidak benar, mengajukan bukti-bukti dan saksi-saksi, menolak bukti-bukti dan saksi-saksi dalam keterangannya yang tidak benar, mengajukan pledoi dan duplik, minta keputusan, mengajukan dan selanjutnya melakukan segala sesuatu yang dianggap perlu oleh penerima/pemegang kuasa tersebut buat kepentingan kami yang diperkenankan atau berdasarkan peraturan/buat kepentingan kami yang diperkenankan atau berdasarkan peraturan/perundang-undangan yang berlaku..

Pada pokoknya penerima kuasa ini diberi wewenang segala sesuatu yang baik dan berguna bagi pemberi kuasa yang diperlukan sehubungan dengan perkara tersebut, tiada yang dikecualikan walaupun dalam surat kuasa ini tidak secara tegas guna pelaksanaan pemberian kuasa yang dimaksud diatas serta diperbolehkan menurut Hukum Acara. Pemberian kuasa ini diberikan dengan hak “ subtitusi” sebagian atau seluruhnya kepada orang lain. Yogyakarta,11Nopember 2008

Yang diberi kuasa, 1.Tri Pomo M. Yusuf S.H.

Yang memberi kuasa, CHRIS ANGGARA HARSO N.

PRA PERADILAN Tujuan Pra Peradilan Sebagaimana diatur dalam BAB X Bagian Kesatu yang maksud dan tujuannya adalah tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan. Seperti diketahui dalam melaksanakan kepentingan pemeriksaan tindak pidana Undang-undang memberikan wewenang kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya, dimana upaya paksa tersebut pada hakekatnya adalah merupakan tindakan dan perlakuan yang bersifat : •Tindakan paksa tersebut dibenarkan Undang-undang untuk pemeriksaan tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka. •Merupakan tindakan paksa yang dibenarkan hukum dan Undang-undang maka tindakan tersebut dengan sendirinya merampas kemerdekaan dan kebebasan serta pembatasan terhadap hak asasi tersangka. Oleh karena itu tindakan tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab menurut ketentuan hukum dan Undang-undang yang berlaku. Untuk itu perlu diadakan suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menentukan sah atau tidaknya tindakan paksa yang dilakukan kepada tersangka. Menguji dan menilai sah atau tidaknya tindakan paksa oleh penyidik atau penuntut umum tersebut dilimpahkan kewenangannnya kepada lembaga Pra Peradilan. Dalam BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 UU No.8 Tahun 1981 yang dimaksud Pra Peradilan adalah : Wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam Undangundang ini tentang : •Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka. •Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan. •Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Wewenang Pengadilan untuk Mengadili tentang Pra Peradilan (pasal 77) Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus Pra Peradilan dalam hal : •Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. •Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. •Penetapan tersangka sebagaimana ditegaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.21/ PUUXII/2014 Yang melaksanakan wewenang Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pasal 77 adalah Pra Peradilan yang dipimpin oleh hakim tunggal atas penunjukan Ketua PN dibantu seorang panitera.

kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya (pasal 79 KUHAP). Sedangkan untuk permintaan memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan: •penyidik atau, •penuntut umum atau, •pihak ketiga atau, •yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya (pasal 80 KUHAP). Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada KPN dengan menyebutkan alasannya (pasal 81 KUHAP). Teknis Persidangan Pra Peradilan yang diatur dalam pasal 82 untuk memeriksa sebagaimana dimaksud pasal 79, 80 dan 81 ditentukan : •Dalam waktu 3 (tiga) hari setelah adanya permintaan Pra Peradilan hakim menetapkan hari sidang. •Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang. •Pemeriksaan dilakukan secara cepat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari hakim harus sudah menjatuhkan putusan. •Dalam hal suatu perkara sudah diperiksa oleh PN sedangkan pemeriksaan mengenai Pra Peradilan belum selesai maka permintaan Pra Peradilan tersebut gugur. e. Putusan Pra Peradilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan Pra Peradilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum jika untuk itu diajukan permintaan baru. Mengenai isi putusan Pra Peradilan: •Dasar dan alasan putusan. •Selain memuat dasar dan alasan juga memuat: •Apabila putusan menetapkan suatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka penydidik atau JPU harus segera membebaskan tersangka. •Apabila putusan menetapkan penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan. •Dalam hal putusan menetapkan: •Suatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan. •Dalam hal penghentian suatu hal penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya. •Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan benda tersebut dikembalikan kepada tersangka atau dari pihak siapa benda itu disita.

BAB II

PROSES PENYIDIKAN Pengertian Penyidikan : Serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak pidananya. Jadi tugas utama penyidik dapat disimpulkan : •Mencari dan mengumpulkan bukti, dan dengan bukti tersebut membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi. •Menemukan tersangka. Perbedaan Penyidikan dengan penyelidikan adalah : dimana suatu penyelidikan mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, sedangkan pada penyidikan adalah mencari serta mengumpulkan alat bukti. Pejabat Penyidik : •Pejabat penyidik Polri : •Pejabat Penyidik Penuh Jabatan ini harus memenuhi kepangkatan Minimal Ajun Inspektur Dua Polisi atau Brigadir seandainya di Polsek tsb tidak ada yang berpangkat Ajun Inspektur Dua dan mendapat SK Kapolri •Penyidik Pembantu Harus memenuhi kepangkatan minimal Brigadir Dua Polisi Mendapat SK Pengangkatan oleh Kapolri. 2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS ) Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri sipil yang mempunyai Fungsi dan Wewenang sebagai Penyidik ( Pasal 6 ayat ( 1 ) huruf b ). Kewenangan yang mereka miliki bersumber pada ketentuan Undang-Undang Pidana Khusus. Jadi disamping Pejabat Penyidik Polri , Undang-Undang Pidana Khusus tersebut memberi wewenang kepada Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk melakukan Penyidikan. Contoh : UU Darurat no. 7 tahun 1955 yang menunjuk Pegawai Negeri Sipil sebagai Penyidik yang pelimpahannya diberikan kepada Duane ( Bea Cukai ) Tetapi Kewenangan para Penyidik Pegawai Negeri Sipil tersebut terbatas, sesuai dengan UU yang menjadi landasan hukum masing-masing, dan dalam pelaksanaan tugas tetap dibawah koordinasi dan Pengawasan Penyidik Polri. Kedudukan dan wewenang PPNS dapat diuraikan sebagai berikut : •Penyidik Pegawai Negeri Sipil dibawah koordinasi dan Pengawasan Penyidik Polri •Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik Polri memberikan petunjuk kepada PPNS dan memberikan bantuan penyidikan •PPNS harus melaporkan kepada Penyidik Polri tentang adanya suatu tindak pidana yang sedang disidik, Jika dari penyidikan itu oleh PPNS ditemukan bukti yang kuat untuk mengajukan tindak pidananya kepada Penuntut Umum. •Apabila PPNS telah selesai melakukan penyidikan, hasil penyidikan tersebut harus diserahkan kepada Penuntut Umum , caranya dengan melalui Penyidik Polri. •Apabila PPNS menghentikan penyidikan yang telah dilaporkan kepada Penyidik Polri, maka penghentian penyidikan itu harus diberitahukan kepada Penyidik dan Penuntut Umum

BAB III PROSES PENYERAHAN BERKAS KEPADA JAKSA PENUNTUT UMUM Menurut ketentuan KUHAP sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) dan (3), Pasal 110 dan 138 menentukan penyerahan berkas perkara dari Penyidik Polri kepada Penuntut Umum ada 2 tahap, yaitu : 1. Tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara 2. Tahap kedua, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum Keterangan Penyerahan Berkas Tahap Pertama : Penyerahan tahap pertama oleh Penyidik kepada Penuntut Umum disebut “Prapenuntutan“ karena walaupun secara nyata dan fisik ada penyerahan berkas perkara dari Penyidik Polri kepada Penuntut Umum, Undang-Undang belum menganggap penyidikan itu selesai, karena masih terbuka peluang berkas tersebut dikembalikan karena dianggap belum lengkap, disertai petunjuk agar diperbaiki dengan tambahan pemeriksaan penyidikan. Untuk lebih jelasnya kita lihat ketentuan pada pasal 110 dan 138 seperti sebagai berikut : •Apabila penyidik telah selesai melakukan penyidikan “Wajib“ segera menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum. Apabila menurut PU berkas tersebut masih belum lengkap maka PU dapat menggunakan haknya untuk mengembalikan berkas tersebut kepada Penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. 2. Apabila Penuntut Umum mengembalikan hasil penyidikan berkas perkara untuk dilengkapi, maka : •Penyidik “Wajib” segera melakukan “Penyidikan tambahan“ Dalam waktu 14 hari sesudah penerimaan pengembalian berkas Penyidik harus segera melakukan pemeriksaan tambahan dan mengembalikan berkas kepada PU, tetapi apabila waktu 14 hari tersebut lewat tidak ada sanksinya. •Penyidikan tambahan harus dilakukan penyidik sesuai dengan petunjuk yang digariskan PU. Dan PU berhak untuk mengembalikan berkas yang diserahkan oleh Penyidik kepadanya apabila dianggap berkas tersebut masih belum lengkap, dan penyidik harus melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk yang digariskan oleh PU. Bagaimana jika pengembalian itu tanpa petunjuk dari PU tentang hal-hal apa yang perlu ditambahkan dalam penyidikan tambahan? Maka kalau mengacu pada ketentuan pada pasal 110 ayat ( 3 ) dan 138 ayat ( 2 ) hal tersebut bertentangan dengan KUHAP dan dapat di anggap tidak sah ! Dengan demikian Penyidikan dianggap telah lengkap dan selesai. •Apabila dalam waktu 7 hari setelah penerimaan berkas perkara, Penuntut Umum telah menyampaikan pemberitahuan kepada Penyidik, bahwa hasil penyidikan yang terdapat dalam berkas sudah lengkap ( Pasal 138 ayat (1 )). Tetapi sebaliknya apabila belum lengkap, maka dalam tempo 14 hari Penyidik melakukan pemeriksaan penyidikan tambahan dan harus segera mengembalikan berkas tersebut kepada PU. Penyidikan dianggap selesai apabila dalam jangka waktu sebelum 14 hari Penuntut Umum telah memberitahukan kepada Penyidik bahwa hasil penyidikan telah lengkap

•Tetapi sebaliknya apabila belum lengkap sesuai dengan hak PU mengembalikan berkas kembali kepada PU untuk diperbaiki. •Penyidikan dianggap selesai dan lengkap, apabila dalam tenggang waktu 14 hari Penuntut Umum : •Tidak memberitahukan kekuranglengkapan hasil penyidikan, atau •Selama jangka waktu 14 hari tersebut PU tidak ada mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik. Semenjak tidak ada pengembalian berkas oleh Penuntut Umum tersebut, maka penyidikan dianggap sah dan lengkap serta selesailah Fungsi Penyidikan. Dan berakhir pula tanggung jawab Penyidik atas kelanjutan penyelesaian suatu perkara, dan selanjutnya adalah penyerahan berkas tahap kedua, dan berakhior pula tenggang waktu Prapenuntutan dan beralih menjadi tahap Penuntutan Keterangan penyerahan Berkas Tahap kedua : Apabila dalam tenggang waktu 14 hari setelah penerimaan berkas Penuntut Umum tidak menyampaikan pemberitahuan apapun dan tidak pula mengembalikan berkas, maka menurut Hukum : •Penyerahan berkas perkara oleh Penyidik telah sah dan sempurna, maka tanggung jawab berkas perkara sudah beralih kepada Penuntut Umum tanpa prosedur tambahan apapun. •Penyerahan tanggung jawab Hukum atas seluruh berkas perkara yang bersangkutan dari tangan penyidik kepada Penuntut Umum, meliputi : Berkas Perkara,Tersangka, Barang bukti dan benda-benda sitaan • prinsip Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila , yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersikap hormat menghormati sesama warga negara yang berlainan agama, setia serta taat pada UUD 1945, Negara, Pemerintah, mengutamakan kepentingan Negara,mentaati segala peraturan- peraturan perundang-undangan, peraturankedinasan maupun perintah atasan dengan penuh pengabdian dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat sebaikbaiknya sesuai bidang tugasnya masing-masing. •Khusus untuk Pegawai Negari Sipil kaitan dengan tindak pidana tidak melaporkan perkawinan atau tidak melaporkan penerimaan uang tunjangan istri atau suami sedangkan kenyataan telah terjadi perceraian maka sebelum dilaporkan dan dilakukan penyidikan oleh kepolisian dilakukan teguran atau pengusutan oleh Bawasda atau Isnpektorat terhadap adanya pelanggaran Displin Pegawai Negeri. • Bahwa tindak pidana permulaan yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil antara lain penggunaan ijasah ilegal untuk pengajuan kepangkatan atau naik jabatan dan sertifikasi bagi pendidik.

BAB IV PROSES PERADILAN Setelah Pengadilan Negeri menerima pelimpahan berkas dari Penuntut Umum diberi nomor   perkara. Kemudian Ketua Pengadilan Negeri mempelajari berkas perkara untuk mengetahui register apakah perkara tersebut masuk kewenangannya atau tidak (Pasal 147 KUHAP). Apabila bukan kewenangannya, maka Ketua Pengadilan Negeri membuat penetapan yang berisikan tidak berwenang dan berkas dikembalikan Ke Penuntut Umum (Pasal 148). Apabila Penuntut Umum berkeberatan, maka dalam waktu 7 hari Penuntut Umum mengajukan Perlawanan ke Pengadilan Tinggi. selanjutnya dalam waktu 14 hari, Pengadilan Tinggi akan memberikan putusan dalam bentuk surat Penetapan (Pasal 149 KUHAP). Jika Ketua Pengadilan Negeri berpendapat perkara itu termasuk kewenangannya, maka Ketua Menunjuk Hakim yang menentukan hari sidangnya, dan memerintahkan Penuntut Umum untuk memanggil Terdakwa dan para saksi untuk hadir ke persidangan (Pasal 152 KUHAP). Surat panggilan terhadap terdakwa dan para saksi harus disampaikan oleh Penuntut Umum paling lambat 3 hari sebelum persidangan (Pasal 146 KUHAP). Pada sidang pertama Hakim Ketua akan menanyakan identitas terdakwa.Kemudian Hakim meminta Jaksa Penuntut Umum untuk membacakan Dakwaan. Setelah selesai dibacakan, Hakim bertanya kepada terdakwa mengerti atau tidak tentang materi isi surat Dakwaan ? apabila tidak mengerti Penuntut Umum diminta oleh Hakim untuk menjelaskan maksud dan isi dari pada surat dakwaan (Pasal 155 KUHAP).

Pengertian surat Dakwaan:

Surat atau akte yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi Hakim dalam pemeriksaan di muka Pengadilan (Yahya Harahap, SH, hal 376).

Bentuk Surat Dakwaan : •Bentuk Dakwaan Tunggal : Surat Dakwaan tunggal dibuat oleh Penuntut Umum, apabila ia yakin bahwa terdakwa hanya melanggar satu pasal saja. Contoh: Kasus tindak pidana melanggar ps 378 KUHP. •Bentuk surat Dakwaan berlapis : •Apabila Penuntut Umum yakin satu tindak pidana yang juga dapat dikualifisir sebagai tindak pidana yang lain yang tidak dapat ditentukan dengan pasti, maka dibuat tuntutan berlapis agar terdakwa tidak lepas dari tuntutan Pidana. •Contoh: a. Dakwaan Primer didakwa melanggar pasal 340 KUHP. •Dakwaan Subsider didakwa melanggar pasal 338 KUHP. •Dakwaan Subsider lagi di dakwa melanggar pasal 355 (2) KUHP. •Dakwaan lebih subsider lagi didakwa melanggar pasal 353 (3) KUHP. •Dakwaan lebih lebih subsider lagi didakwa melanggar pasal 351 (3) KUHP 3. Surat Dakwaan alternatif: Apabila penuntut umum mendapatkan satu kasus pidana yang sulit menentukan salah satu di antara 2 atau 3 pasal yang saling berkaitan unsurnya. Maka apabila ada kebimbangan digunakan dakwaan alternatif. Dalam surat dakwaan alternatif diantara surat dakwaan satu dengan yang lainnya digunakan kata “atau“ Contoh : Kasus pidana melanggar pasal 372 KUHP atau pasal 362 KUHP. •Surat Dakwaan berbentuk kumulatif : (Pasal 63 s/d 71 KUHP). Apabila terdapat tindak pidana yang bentuknya perbarengan atau konkursus maka digunakan surat dakwaan kumulatif. Artinya dimana ada seorang atau beberapa orang secara sendiri-sendiri atau bersamasama melakukan satu tindak pidana atau beberapa tindak pidana, dimana masing-masing pidana belum pernah disidangkan dan diputus pengadilan. Dalam pengaturan pasal 63 s/d 71 KUHP tersebut membedakan 2 hal: Pertama : Perbarengan peraturan atau konkursus idealis yang diatur ps 63 KUHP Kedua : Perbarengan perbuatan atau konkursus realis yang diatur dalam ps 65 dan ps 66 KUHP.

Bentuk-bentuk kumulatif : Surat Dakwaan Kumulatif atas tindak pidana perbarengan yang berbentuk konkursus idealis ( Ps 63 ayat (1) dan (2)). Contoh : Seorang terdakwa dengan sengaja membakar rumah milik orang lain. Perbuatan tersebut didakwa melanggar: Pasal 187 KUHP (sengaja membakar) Pasal 406 KUHP (merusakkan) Terdakwa memperkosa seorang wanita di jalanan umum. Tindak pidana hanya merupakan satu perbuatan tetapi ada 2 ketentuan pidana yang mengaturnya. Perbuatan tersebut. terdakwa melanggar: a. Pasal 285 KUHP (perkosaan). b. Pasal 281 KUHP ( merusak kesopanan ) Surat dakwaan yang berbentuk kumulatif tindak pidana perbarengan tersebut harus di Juncto-kan dengan pasal 63 ayat (1) KUHP .  Bentuk konkursus idealis yang diatur oleh Ps 63 ayat (2): mengatur disamping suatu perbuatan masuk ketentuan pidana umum, juga diatur dalam pidana khusus. Contoh: Terdakwa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan sungguh-sungguh oleh orang yang dibunuh. Unsur umum kasus tersebut adalah: Merampas nyawa orang lain Perbuatan dilakukan dengan sengaja kedua unsur tersebut memenuhi ketentuan pasal 338 KUHP. Tetapi apabila unsur tersebut ditambah dengan ketentuan khusus terdiri dari :

Atas permintaan sendiri yang dibunuh Permintaan dinyatakan dengan sungguh-sungguh maka keduanya memenuhi unsur-unsur pasal 344 KHUP .Oleh karenanya untuk membuat surat dakwaan kumulatif, dakwaan kesatu melanggar pasal 338 KUHP, dan dakwaan kedua melanggar pasal 344 KUHP.Dan surat dakwaan tersebut harus di Junctokan dengan ps 63 ayat (2) KHUP.

 

•Surat Dakwaan berbentuk Gabungan (Kombinasi) Prinsipnya dakwaan ini sama dengan bentuk kumulatif atau alternatif, bedanya hanya terletak pada dakwaan kesatu, kedua dan seterusnya.masing-masing selain menggunakan tunggal salat satu atau semuanya menggunakan dakwaan berlapis. Contoh: Terdakwa Jumiran pada hari minggu tanggal 15 Agustus tahun 2000 di jalan desa sinduadi dengan sembunyi menunggu kepulang tuan Abdul dari pertemuan kampung. Ketika Abdul lewat, Jumiran langsung menyergap dan menusukkan belati kedada Abdul tembus jantung, dan menikam leher, sehingga korban meninggal. Dakwaan kesatu : Primer : Perbuatan tersebut dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu merampas nyawa Abdul, melanggar ps 340 KUHP Subsider :Terdakwa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, melanggar ps 338 KUHP Dakwaan Kedua : Terdakwa tanpa hak menguasai, membawa, menyembunyikan dan atau mempergunakan senjata tajam berupa belati, seperti diatur dalam ps 2 ayat (1) UU no. 12/Drt/1951 Jo ps 65 KUHP. Eksepsi/Keberatan: Menurut pasal 156 ayat (1) ada 3 macam eksepsi, yaitu : •Keberatan Bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya. •Keberatan bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima. •Keberatan bahwa surat dakwaan harus dibatalkan. Ad. 1. Keberatan bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara ada 2 macam 1.1 Yang menyangkut Kompetensi Relatif.

Yaitu : Orang yang melakukan kejahatan harus diadili di Pengadilan Negeri dimana perbuatan itu dilakukan. Jadi seorang yang mencuri di Kota Yogyakarta harus diadili di PN Yogyakarta, tidak boleh di adili di Bantul/Sleman. Yang menyangkut Kompetensi Absolut. Yaitu : Pelaku kajahatan seorang militer, harus diadili di Mahkamah militer, tidak boleh di Pengadilan Umum.   ad.2 . Keberatan dengan alasan surat dakwaan tidak dapat diterima pada dasarnya dilandasi atas Kewenangan menuntut dari Penuntut Umum. Contoh : Orang yang mengadukan berhak menarik kembali pengaduannya dalam waktu tiga bulan, kalau perkara itu diajukan ke Pengadilan, maka wewenang Penuntut Umum untuk menuntut hapus (Ps 75 KUHP). Terhadap suatu kasus yang sama pernah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan (Nebis in idem, Ps 76 KUHP) Kasus yang dilaporkan telah lewat waktu/Kedaluarsa. Misalnya : Lewat 1 th semua pelanggaran dan kejahatan dengan percetakan Lewat 6 th semua kejahatan yang diancam hukuman denda, kurungan atau penjara yang tidak lebih dari 3 th. Lewat 12 th, semua kejahatan yang diancam hukuman penjara lebih dari 3 th. Lewat 18 th semua kejahatan yang diancam hukuman mati atau penjara seumur hidup Catatan: Bagi orang yang sebelum melakukan perbuatan umurnya belum cukup 18 th, tempo gugurnya tuntutan dikurangi sepertiga (1/3).   Surat dakwaan yang didakwakan menyangkut kasus perdata, bukan kasus pidana.  

Ad.3. Keberatan bahwa surat dakwaan harus dibatalkan diatur dalam ps 143 ayat (2) dan (3) KUHAP: Ketentuan ayat (2) : Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditanda tangani serta berisi: Nama lengkap, tempat lahir, Umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan. Ketentuan ayat (3) : Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hurub batal demi hukum. Catatan : yang batal bukan dakwaannya, tetapi surat dakwaannya. Eksepsi atas perubahan surat dakwaan, dapat diajukan dengan alasan : Penuntut umum Merubah peristiwa tindak pidana menjadi pidana yang lain. Merubah dakwaan melampaui batas 7 hari sebelum sidang Merubah surat dakwaan tanpa memberikan turunannya kepada terdakwa. Pengajuan Eksepsi : Kalau mengacu pada ps 155 ayat (2) yang mengatur tentang pembacaan surat dakwaan, dimana sesudah itu kalau kita membaca ps 156 ayat (1) diatur hak terdakwa atau penasehat hukumnya mengajukan eksepsi, maka dapat kita pahami eksepsi harus diajukan setelah Penuntut umum membacakan dakwaan.

Pembuktian Dalam hukum acara pidana sistem pembuktian disebut “Sistem negatif menurut Undang-Undang, sebagaimana diatur dalam ps 183 KUHAP: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya“ Maksud sistem negatif tersebut adalah : Supaya terdakwa dapat dinyatakan bersalah diperlukan bukti minimum yang ditetapkan oleh Undang-Undang Walau demikian, biarpaun alat bukti melebihi bukti minimum yang ditetapkan Undang-Undang, apabila Hakim tidak yakin tentang kesalahan terdakwa ia tidak boleh menjatuhkan pidana.

Tujuan Pembuktian: Penuntut umum harus berusaha membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dimuka persidangan untuk mendapatkan fakta-fakta perbuatan materiil yang dilakukan terdakwa yang didapat dari alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, atau alat-alat bukti yang lain, yang menggambarkan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa sesuai dengan apa yang diuraikan dalam surat dakwaan. Usaha Penuntut umum dan Pembela untuk meyakinkan Hakim atas terbukti atau tidaknya surat dakwaan perlu diperhatikan: Harus benar-benar cermat dan teliti untuk menemukan bukti perbuatan atau akibat perbuatan terdakwa. Harus betul-betul mencatat semua data dan fakta yang terungkap dipersidangan. Memperhatikan dengan cermat dalam menilai alat bukti yang memenuhi syarat atau tidak untuk di nilai sebagai alat bukti menurut hukum. Alat-alat bukti yang tidak memenuhi syarat, misalnya : Hanya satu saksi saja tidak dapat untuk membuktikan terdakwa bersalah (Unus testis nulus testis) Keterangan satu saksi dengan saksi lain tidak berhubungan atau berdiri sendiri-sendiri. Keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain (Testimonium de auditu). Keterangan saksi hanya pendapat pribadi atau rekaan belaka. Keterangan saksi yang tidak disumpah. Keterangan saksi yang dinyatakan diluar sidang. Alat-alat bukti yang diatur oleh ps 184 KUHAP adalah : Alat bukti yang sah adalah: Keterangan saksi Keterangan ahli Surat Petunjuk Keterangan terdakwa

Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan, misalnya: Api itu panas Kalau orang minum (minuman keras) melebihi takaran tertentu mabuk, dsb.   Tuntutan Pidana/Rekuisitor: Surat yang memuat pembuktian surat dakwaan berdasarkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan dan kesimpulan penuntut umum tentang kesalahan terdakwa disertai dengan tuntutan pidana. Yang lazim didalam praktek sistimatika surat tuntutan terdiri: Pendahuluan Identitas terdakwa Surat dakwaan Hasil Pembuktian Keterangan saksi dan ahli Surat Petunjuk Keterangan Terdakwa Barang bukti Analisa Fakta Analisa Hukum  Pledoi: adalah tangkisan terhadap pembuktian yang dibacakan oleh Penuntut umum dalam tuntutan pidana, dan terdakwa maupun Penasehat Hukumnya berusaha mengajukan bukti balik dari pembuktian yang diajukan oleh Penuntut umum. Disinilah kemampuan, kejelian dari Penasehat hukum untuk melihat celah-celah kelemahan surat dakwaan dan pembuktian dari Penuntut umum, dengan alat-alat bukti yang kontra dengan Penuntut umum, bukti petunjuk, alibi, saksi ade charge atau bukti-bukti lain yang menguatkan posisi terdakwa, dan ajukan hal-hal yang belum atau tidak terjangkau oleh Penuntut umum, dan bahaslah mulai dari surat dakwaan sampai tuntutan pidananya. Replik: adalah tanggapan atau jawab dari penuntut umum terhadap pledoi terdakwa dan Penasehat hukumnya, yang berisi bantahan terhadap point-pont dari pledoi, atau mengajukan bukti baru, Yurisprudensi atau teori-teori lainnya. Duplik: Bantahan atau tanggapan terhadap Replik Penuntut umum.

Putusan : Menurut pasal 1 butir 22 KUHAP, definisi putusan Pengadilan adalah: “Pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang Pengadilan terbuka, yang dapat berupa Pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini” . Bentuk-bentuk Putusan Hakim : Putusan Pemidanaan. Keterangan tentang maksud putusan Pemidanaan, bisa kita lihat pada ps 193 (1): “Jika Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka Pengadilan menjatuhkan pidana“ 2. Putusan Bebas. Sedangkan putusan Bebas menurut ps 191 ayat (1) KUHAP: “Jika Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas“ Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum Sedangkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, sebagaimana diatur dalam ps 191 ayat (2) KUHAP: “Jika Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan tindak pidana“ Penetapan tak berwenang mengadili. Putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima Putusan yang menyatakan surat dakwaan batal demi hukum. ***

Bahan Bacaan :

Undang-Undang No.8 Tahun 1981 KUHAP Hukum Acara Pidana, Dr.Andi Hamzah, SH. Pra Peradilan dalam Praktek, O.C.Kaligis dan Rekan Proses Penanganan Perkara Pidana, Leden Marpaung, SH. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, R. Soesilo Penuntutan dalam Praktek Peradilan, Suharto SM, SH. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, M. Yahya Harahap, SH

terbelenggu

Tipuan