Regulasi Penataan Ruang - AO

* The preview only display some random pages of manuals. You can download full content via the form below.

The preview is being generated... Please wait a moment!
  • Submitted by:
  • File size: 295 KB
  • File type: application/pdf
  • Words: 2,508
  • Pages: 38
Report / DMCA this file Add to bookmark

Description

Regulasi Penataan Ruang di Indonesia Andi Oetomo KK Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan SAPPK-ITB 2014

Dua Konsep “Hukum” 1. Hukum sebagai produk final 2. Hukum sebagai kerangka (framework) Kedua konsep itu berbeda besar dalam menerima dan memahami hukum, yang berlanjut pada masalah penegakan hukum. Konsep dominan yang lebih difahami oleh sebagian besar masyarakat adalah hukum sebagai produk final.

Hukum Sebagai Produk Final • Lazim bergandengan dengan pemahaman hukum sebagai perintah atau komando • Hukum yang dibuat oleh badan legislatif itu dianggap berisi perintah-perintah yang jelas, dan birokrasi tinggal menjalankan saja • Ada peraturan perundang-undangan dan ada perangkat penegakan hukum yang terdiri dari polisi, jaksa, dan hakim; tinggal mereka bekerja menjalankan perintah hukum • Rakyat cukup menjadi sasaran dan wajib patuh • Hukum Positif

Hukum Sebagai Proses • Hukum tidak dilihat sebagai proses yang mengalir secara geometris "dari atas ke bawah" • Hukum tidak dilihat sebagai mengandung perintah yang penuh kepastian, tetapi melibatkan interaksi sosial yang kompleks • Hukum bukan semata-mata perintah dari kekuasaan, tetapi masyarakat juga ikut partisipasi dalam penegakannya • Partisipasi dimungkinkan, karena hukum lebih dilihat sebagai suatu "kerangka untuk bertindak" (framework). • “Framework” yang dibuat oleh badan pembuat undangundang, menjadi kerangka yang legitimate. • Dalam konsep ini hukum cukup memberi bingkai yang legitimate dan selanjutnya masyarakat ikut mengisinya

Implikasi Hukum Sebagai Produk Final • Mengoperasikan hukum menjadi begitu mudah seperti menarik garis lurus antara dua titik • Legitimasi dan kekuasaan untuk bertindak menjadi satu dan dimonopoli oleh negara: dimanfaatkan untuk mempertahankan legitimasi pemerintahan • Sering dimanipulasi dengan cerdik, melalui penguasaan badan-badan legislatif, yudikatif, dan eksekutif, sehingga hukum merupakan bangunan persekongkolan besar, di mana rakyat tinggal patuh (Era Orde Baru?) • Tetapi, hukum bukan hanya peraturan dan doktrin, tetapi perilaku manusia yang menjalankannya: Apabila “hukum sebagai perintah final” dijalankan secara genuine, maka hasilnya akan berbeda (Singapura, Swedia, dll.)

Implikasi Hukum Sebagai Proses • Hukum itu adalah suatu bangunan yang belum jadi dan secara terus-menerus dalam proses penyelesaian • Hukum mempunyai titik berat pada legitimasi saja: tidak sekaligus secara mutlak memberi lampu hijau kepada kekuasaan untuk bertindak • Pengisian diserahkan kepada masyarakat, melalui musyawarah, rembugan, negosiasi, dll. • Negara, pemerintah, tidak memiliki monopoli untuk memaksa: dipisahkan antara authority dan power • Konsep itu juga memiliki persoalan dan risiko: bila tidak didasari oleh basis kultural yang kuat dalam penerapannya, maka dalam pengisian akan lebih banyak hal-hal negatif akan timbul. • Contoh negara penganut konsep ini: Jepang.

Sumber Hukum? • Segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata (tertulis atau tidak tertulis) • Dapat dilihat dari dua sudut/segi: – Materiil (ekonomi, sejarah, sosiologi, tata ruang dll) dan – Formil (UU, Yurisprudensi, Traktat, Konvensi, Kebiasaan, Doktrin/Pendapat Ahli Hukum)

• Sumber dari segala sumber hukum negara di Indonesia: PANCASILA (lihat UU 10/2004 Pasal 2; juga di UU 12/2011)

Peraturan Perundang-Undangan? (UU No.12 Tahun 2011 Pasal 1 Angka 2) • Peraturan Perundang-undangan adalah PERATURAN TERTULIS YANG MEMUAT NORMA HUKUM YANG MENGIKAT SECARA UMUM dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. JADI INDONESIA MENGANUT HUKUM POSITIF! ARTINYA HANYA YANG TERTULIS SAJA YG MENGIKAT!

Kaidah-kaidah: Moral Etika - Kepatutan

-

Asas-asas Keruangan: Nyaman – Indah – Tertib - Aman – Bersih – Harmonis - Tenteram – Sehat – dsb.

PL3101 - AO

Proses Pembentukan Hukum & Peraturan Perundang-Undangan (Penataan Ruang)

9

Peraturan Presiden Keputusan Presiden

PL3101 - AO

Peraturan Kepala Daerah Keputusan Kepala Daerah

10

Perkembangan Tata Urutan Sumber Hukum Formil di Indonesia?

Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 Lampiran 2 I. Undang-undang Dasar 1945 II. Ketetapan MPR III. Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang IV. Peraturan Pemerintah V. Keputusan Presiden VI. Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti: – Peraturan Menteri – Instruksi Menteri – Dan lain-lainnya

Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundangan I. Undang-undang Dasar 1945 II. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat III. Undang-undang IV. Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang V. Peraturan Pemerintah VI. Keputusan Presiden VII.Peraturan Daerah

UU No. 10 Tahun 2004 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan I. Undang-undang Dasar 1945 II. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang III. Peraturan Pemerintah IV. Peraturan Presiden V. Peraturan Daerah, yang meliputi: – Peraturan Daerah Provinsi – Peraturan Daerah Kabupaten/Kota – Peraturan Desa

UU No. 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan I.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; II. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; III. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; IV. Peraturan Pemerintah; V. Peraturan Presiden; VI. Peraturan Daerah Provinsi; dan VII. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

UU 12/2011 Pasal 8 ayat (1) & ayat (2) • Peraturan lainnya yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, KepalaDesa atau yang setingkat, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Pengertian Dasar Peraturan Perundang-undangan di Indonesia • Undang-Undang (UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. • Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. • Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. • Peraturan Daerah (Perda) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. • Peraturan Desa (Perdes)/peraturan yang setingkat adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Klausul ‘Derogatio’ yang penting dalam Sistem Peraturan Perundangundangan: 1. Lex Superior Derogat Legi Inferior (yang lebih tinggi mengalahkan yang lebih rendah) 2. Lex Specialis Derogat Legi Generalis (yang lebih spesifik/khusus mengalahkan yang generik/umum) 3. Lex Posteriore Derogat Legi Priori (yang lebih baru/akhir mengalahkan yang lama)

Tipe “Ideologi Hukum Penataan Ruang” di Dunia (McAuslan, 1980) – Private Interest Ideology – the law exists to protect individual rights & liberty – common law perspective – Public Interest (Orthodox public administration) Ideology – the law exists to facilitate decision-making by the bureaucracy – statutory perspective – Public Participation Ideology – the law exists to provide for greater public participation in decisionmaking – weakest of the 3 ideologies because it challenges the status quo (?) Konsensus pilihan terhadap salah satu ideologi hukum penataan ruang tersebut akan berimplikasi pada jawaban atas “apa, kenapa, bagaimana, kapan, dan oleh siapa” yang dipertanyakan dalam penataan ruang….

Implikasi Ideologi Hukum yang dipilih terhadap

Asas Pembentukan UU (UU No. 10 tahun 2004, Pasal 5 & UU No.12 tahun 2011 Pasal 5)

a. Kejelasan Tujuan b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat (di UU 12/2011: Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat) c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan d. Dapat dilaksanakan e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan f. Kejelasan rumusan g. Keterbukaan

Ideologi Hukum Penataan Ruang di Indonesia (de jure & de facto)? (1) • Secara “hukum”, di Indonesia, khususnya untuk ‘ruang darat/tanah’ berangkat dari “public interest ideology” (kepentingan umum di atas kepentingan privat), sehingga selain UUPA (UU No. 5/60) terdapat: – UU No. 20/1961 ttg “Pencabutan Hak Hak Tanah Dan Benda Benda Yang Ada Diatasnya”, disertai – Inpres No. 9 tahun1973, yang diganti – Keppres No 55 tahun 1993, – Perpres 36 tahun 2005, dan akhirnya dikeluarkan – UU No. 2 Tahun 2012 ttg Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (mulai bergeser ke partisipasi publik) • UU No. 24 tahun 1992 ttg Penataan Ruang juga menganut “public interest ideology” (termasuk dg kelengkapannya seperti PP No. 69/1996 dan Permendagri No. 9/1998)

Ideologi Hukum Penataan Ruang di Indonesia (de jure & de facto)? (2) • RUU Pengelolaan Ruang Udara & UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (unsur-unsur lain dari dimensi‘ruang’), ‘mengindikasikan’ pemihakan pada “public interest ideology” • Dalam fakta penyelenggaraan penataan ruang yang justru dapat “berjalan” selama ini adalah jika “partisipatif”. • Meskipun de jure ideologi hukum 2 yang digunakan, de facto justru menuju pada ideologi ke tiga, yaitu public participation ideology. Pada prinsipnya digunakan proses negosiasi dan musyawarah dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang (kepentingan publik dan privat dari masyarakat samasama dipertimbangkan).

Implikasi Ideologi Hukum Penataan Ruang:

Property Right vs Development Right • Penataan ruang di Indonesia sebenarnya hanya mengatur “Development Right” yang menjadi Domain Sektor Publik (Pemerintah) • Dalam pelaksanaan rencana tata ruang justru sering terbentur dengan ‘Property Right’ yang berupa ‘hak milik’ masyarakat, dengan menggunakan ideologi hukum perencanaan ke 2, hak milik ini seringkali harus dicabut atas nama “kepentingan umum” (dengan kompensasi) • Dalam ideologi hukum perencanaan ke 3, negosiasi dilakukan sejak proses penetapan rencana (konsensus terhadap “development right”) dan dibarengi dengan kompensasi yang layak, karena pemegang hak atas tanah harus juga memperoleh manfaat dari proses penataan ruang.

Memilih Ideologi Hukum Penataan Ruang & Memenuhi Asas Pembentukan UU • Konstitusi: UUD’45 (Amandemen IV), Pasal 33 ayat 3: Ideologi hukum bias ke kepentingan publik (bisa tipe 2 atau diadaptasi ke 3) • Ideologi Pancasila: bias ke ideologi hukum ke 2 (persatuan, keadilan sosial) dan 3 (kemanusiaan, permusyawaratan) • Ekonomi politik: bias ke ideologi hukum 2 (cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara), dan 3 (usaha bersama atas asas kekeluargaan, demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan)

Memilih Ideologi Hukum Penataan Ruang & Memenuhi Asas Pembentukan UU • Konsep Dasar: “Planning in the Public Domain” (Friedman, 1987)? ~ Ideologi hukum bias ke kepentingan publik (bisa tipe 2 tapi mungkin digeser ke tipe 3) • Paradigma Baru: Good Governance, Poly-centric Governance, New Era Public Management, Public Choice, dan Demokratisasi: bias ke tipe 3

Memilih Ideologi Hukum Penataan Ruang & Memenuhi Asas Pembentukan UU • Untuk memenuhi Asas Pembentukan UU di mana “dapat dilaksanakan” menjadi asas yang paling penting untuk dikejar (hasil evaluasi terhadap ‘kegagalan’ UU No. 24 tahun 1992) dalam ‘Penataan Ruang’ ke depan, maka Ideologi Hukum Penataan Ruang ke 3 (Public Participation Ideology) telah menjadi pilihan yang lebih tepat dalam UU No. 26/2007 Tentang Penataan Ruang.

Peraturan Perundangundangan Penataan Ruang dan Peraturan Perundangundangan Terkait Penataan Ruang

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PELAKSANAAN UU 26/2007 TENTANG PENATAAN RUANG 1. PP No. 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah 2. PP No. 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN 3. PP No. 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 4. PP No. 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang 5. PP No. 8 Tahun 2013 Tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah 6. Perpres No. 54 Tahun 2009 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PELAKSANAAN UU 26/2007 TENTANG PENATAAN RUANG 7. Perpres No. 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita) 8. Perpres No. 55 Tahun 2011 Tentang RTR Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar (Mamminasata) 9. Perpres No. 62 Tahun 2011 Tentang RTR Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo 10. Perpres No. 86 Tahun 2011 Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda 11. Perpres No.87 Tahun 2011 Tentang RTR Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PELAKSANAAN UU 26/2007 TENTANG PENATAAN RUANG 12. Perpres No. 88 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi 13. Perpres No. 3 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan 14. Perpres No. 13 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera 15. Perpres No. 28 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali 16. Keppres No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional 17. Peraturan-Peraturan Menteri PU (Norma Standar Pedoman Kriteria/NSPK):

Peraturan-Peraturan Menteri (Norma Standar Pedoman Kriteria/NSPK) 1. Permen PU No. 20/PRT/M/2007 ttg Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang 2. Permen PU No. 21/PRT/M/2007 ttg Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi 3. Permen PU No. 22/PRT/M/2007 ttg Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor 4. Permen PU No. 40/PRT/M/2007 ttg Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai 5. Permen PU No. 41/PRT/M/2007 ttg Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya

Peraturan-Peraturan Menteri (Norma Standar Pedoman Kriteria/NSPK) 6. Permen Dagri No. 28 Tahun 2008 ttg Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah 7. Permen PU No. 05/PRT/M/2008 ttg Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan 8. Permen PU No. 11/PRT/M/2009 ttg Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peratuan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, beserta Rencana Rincinya

Peraturan-Peraturan Menteri (Norma Standar Pedoman Kriteria/NSPK) 9. Permen PU No. 12/PRT/M/2009 ttg Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan 10. Permen PU No. 15/PRT/M/2009 ttg Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi 11. Permen PU No. 16/PRT/M/2009 ttg Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten 12. Permen PU No. 17/PRT/M/2009 ttg Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota 13. Permen PU No. 41/PRT/M/2007 ttg Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya

Peraturan-Peraturan Menteri (Norma Standar Pedoman Kriteria/NSPK) 9. Permen LH No. 27 Tahun 2009 ttg Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis 10. Permen Dagri No. 50 Tahun 2009 ttg Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah 11. Permen PU No. 14/PRT/M/2010 ttg Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang 12. Permen PU No. 20/PRT/M/2011 ttg Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota

Three Planning Traditions (Healy, 2006): PR hanya salah satunya? • Economic Planning: aims to manage the productive forces of nations and regions. • Physical Development Planning: aims to manage of the physical development of towns which promotes health, economy, convenience and beauty in urban setting (Abercrombie, 1933, Keeble, 1952; Adams, 1994) • Policy Analysis & Planning: aims to manage public administration and policy analysis to achieve both effectiveness and efficiency in meeting explicit goals set for public agencies.

Kerangka Hukum Penataan Ruang • Pada prinsipnya, untuk keperluan Penyelenggaraan Penataan Ruang di Indonesia terdapat dua klasifikasi perangkat dasar hukum: – Perangkat Peraturan Perundang-undangan yang digunakan langsung untuk memproses penataan ruang – Perangkat Peraturan Perundang-undangan yang digunakan secara tidak langsung yang dipertimbangkan dalam membentuk ruang wadah dasar penataan ruang, ruang sumberdaya alam, ruang kegiatan, dan ruang hak dasar warga masyarakat serta ruang pemrograman dan pembiayaan penataan ruang.

Kaitan Pengaturan Hukum Berbagai Aspek (Sektoral) Dalam Penataan Ruang UUD 1945 HUKUM PENATAAN RUANG LINGKUNGAN Dimensi WADAH • PERAIRAN • ZEE • KONVENSI HUKUM LAUT • Pemerintahan Daerah • PERTAHANAN • LANDAS KONTINEN • TREATY TAPAL BATAS • BATAS WILAYAH NEGARA

HAK WARGA NEGARA

Dimensi S.D.Alam • SUMBER DAYA AIR • PERTAMBANGAN • KEHUTANAN • MINERBA • GEOTHERMAL • MIGAS • KONSERVASI SDA HAYATI • PERIKANAN • LINGK. HIDUP • Pengel. Ruang Udara Nasional • Pengel. Pesisir & Pulau-Pulau Kecil

• • • • • • • • • • • • • •

Dimensi KEGIATAN

HAK ATAS RUANG

JALAN LL ANGKUTAN JALAN PELAYARAN PENERBANGAN TRANSMIGRASI PERUMAHAN PERMUKIMAN RUMAH SUSUN TELEKOMUNIKASI IRIGASI BANGUNAN GEDUNG BENDA CAGAR BUDAYA PERLINDUNGAN HUTAN KEPARIWISATAAN PENGEL. SAMPAH

• POKOK AGRARIA • PENCABUTAN HAK ATAS TANAH • PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM • KEWARGANEGARAAN • KEPENDUDUKAN

PROSES PERENC.

• SPPN • KEUANGAN NEGARA • PENYELENGGARAAN NEGARA BERSIH BEBAS KKN • PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN • PENANGGULANGAN BENCANA

Sekian [email protected]