Energi Terbarukan

* The preview only display some random pages of manuals. You can download full content via the form below.

The preview is being generated... Please wait a moment!
  • Submitted by: Iting
  • File size: 332.8 KB
  • File type: application/pdf
  • Words: 9,653
  • Pages: 18
Report / DMCA this file Add to bookmark

Description

BB NABATI Potensi BBN Indonesia: sangat besar, bervariasi dan tersedia cukup melimpah. Kapasitas per tahun: Bio-diesel: 5,7 juta kL; bio-etanol: 222 ribu kL; bio-oil/PPO: 37 ribu kL; Bioavtur (BB pesawat berasal dari minyak jarak pagar, minyak kelapa dan CPO): direncanakan (2016):40 juta Liter (Garuda Indonesia: 2 juta Liter). Pertamina menjualnya dalam bentuk biosolar kepada 3.213 SPBU (dari total seluruh Indonesia: 4800 unit, Jawa+Sumatera: 4570 unit), misalnya, ada 134 SPBU di Jakarta, 335 di Banten, 85 di Medan (197 di Sumut), 19 di NAD, 54 di Riau, 15 di Lampung, 27 di Sumsel, 827 di Jabar, 663 di Jateng & DIY, 668 di Jatim, dan 165 di Bali & sekitarnya. Harga biosolar dalam negeri sekitar Rp5.500 (subsidi) dan sekitar Rp12.800 (non-subsidi) per liter (Agustus 2914). BIODIESEL (FAME, Fatty Acid Methyl Esther) (SNI: 7182:2012) Sumber: minyak kelapa (jelantah, cocodiesel), CPO (Crude Palm Oil) (minyak Sawit, Limbah CPO), limbah pabrik minyak goreng sawit, jelantah, Jarak Pagar (jatropha Curcas), Nyamplung (Calophyllum Inophyllum), Kemiri Sunan, biji karet, Alga, biota laut, dll. Kebutuhan solar yang harus diganti oleh biodiesel sekitar 26 juta kL per tahun. Produksi biodiesel nasional baru 5,7jutakL Pemerintah mensyaratkan campuran biosolar pada Jan 2015 harus sudah mencapai 10% (Permen ESDM No.25 th 2013) atau B10. Produsen akan menaikkan hingga 7-8 jutakL bila Pemerintah serius masuk ke B20 (2016). Produsen biodiesel: PT Eterindo Wahanatama (0,31 juta ton/th, beragam/CPO); PT Sumi Asih (0,1 juta ton/th, RBD Stearin), , Wilmar Bioenergy (1,1 juta ton/th, CPO), PT Bakrie RB (0,15 juta ton/th, CPO), PT Musim Mas (0,42 juta ton/th), Dharmex (0,15juta ton/th), Sweden Bioenergy NTT (0,35jutakL/th), PT Indo Biofuels Energy (0,2juta kL/th), PT Ciliandra (0,25juta ton/th), PT Petro AN (0,15juta kL/th), PT Pelita AAI (0,2juta ton/th); PT Cemerlang EP (0,4juta ton/th), PT Damai SS (0,12 juta ton/th), PT Oil Tanking (0,504juta ton/th); dan produsen menengah-kecil lainnya adalah PT Sintong Abadi (35ribu kL/th), PT Pasadena BM (10ribu kL/th), PT Multikimia IP (14ribu kL/th); PT Energy A (7ribu ton/th), PT Primanusa PE (24ribu kL/th), PT Eternal BC (40ribu ton/th), PT Anugerah IG (40ribu ton/th), PT Bioenergy PJ (66ribu ton/th), PT Wahana ATT (13,2ribu kL/th), PT Alia MP (11ribu kL/th), PT Indo BBN (50ribu ton/th, beragam), Platinum Serang (20ribu kL/th), PT Ganesha Energy (4ribu ton/th, CPO), BPPT, Lemigas, RAP, dan beberapa BUMN (Pertamina, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I, II, III (6.000 ton/th), IV (2.400 ton/th), V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII, XIV, dan RNI). Minyak Sawit Kebun sawit sekitar 8,4 juta Ha. Produksi CPO Indonesia sekitar 30juta ton/tahun (2013), (2020: diduga 40juta ton/th) sedangkan 18juta ton/th diekspor (yang mestinya untuk mencukupi biosolar dalam negeri / BBN untuk transportasi dan listrik PLN). Sisanya untuk minyak sayur DN dan sebagian dijadikan biodiesel / BBN / PPO. Pasar luar negeri menginginkan biodiesel Indonesia guna memenuhi BB transportasi dan pembangkit listrik mereka, dan sebagian diubah pula jadi minyak makan. Harga CPO Indonesia berkisar US$880/ton. Saat ini (2014) ekspor CPO menurun, sehingga CPO dialihkan untuk memproduksi BBNabati lokal yang terus meningkat. Wilmar Nabati Indonesia saat ini memproduksi 5.000 ton biodiesel sawit/hari (3.000 ton/hari di Gresik dan 2.000 ton/hari di Riau). Produksi itu akan ditambah masing-masing 1.000 ton/hari. Kapasitas pabrik diperbesar dengan mengglontorkan dana US$1 miliar dalam waktu 5 tahun. Masih ada 35 juta Ha lahan terdegradasi yang dapat dimanfaatkan untuk penanaman sawit, bukan di lahan primer. Pendirian perguruan Tinggi guna menciptakan SDM ahli sawit sedang dikaji. Limbah pabrik Proses metanolosis digunakan untuk

minyak untuk mengubah limbah

goreng pabrik minyak

Sawit goreng sawit

(PFAD,Palm

Fatty

Acid

Distillate)

menjadi

biodiesel

sesuai

standar

solar

Pertamina.

Minyak Kelapa Lahan kelapa di Indonesia sekitar 3,81 juta Ha, (th 2012), atau 31,2% luas areal kelapa dunia dengan produksi minyak kelapa sekitar 3,2juta ton/tahun (21,6 juta ton kelapa/th, dunia: 64,3 juta ton/th). BPPI (Badan Penelitian dan Pengembangan Industri) Dep. Perindustrian tahun 2005 mengujicobakan produksi cocodiesel di 3 lokasi, Manado (Sulut), Pameung Peuk (Garut Selatan, Jabar), Banyuwangi (Jatim). Kelebihan cocodiesel ialah ia dapat langsung digunakan 100% tanpa campuran solar pada mesin diesel pabrik/industri, tetapi dicampur 70 % solar pada kendaraan bermotor (B30), karena cocodiesel pada suhu di bawah 25oC memadat dan dapat menyumbat filter engine dan mengendap pada injektor. BALITKA (Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain) Manado menyarankan komposisi baik adalah cocodiesel 20% dan 80 % solar (B20). Produksi 200 L cocodiesel/hari. Satu liter biodiesel kelapa memerlukan 5-10 butir buah kelapa atau 2 kg kelapa. Kalau harga kelapa Rp.2500,-/kg, maka biaya produksi biodiesel kelapa sekitar Rp.6000,BPPT mengembangkan bioavtur dari minyak kelapa yang diduga tanpa melakukan campuran avtur. Minyak Jelantah Limbah minyak goreng, jelantah, dapat diolah menjadi biodiesel jelantah, dan dijadikan bisnis yang menarik. KLM menggunakan biosolar jelantah 25% (Amsterdam-New York) dalam penerbangan trans-atlantiknya. Toniaga Djie, produsen biodiesel jelantah di Jonggol, Bogor memproduksi sekitar 6.000-9.000 liter biodiesel/hari, memperoleh jelantah dari pengepul (Rp 4.250,-/liter), kemudian menjual produk biodiesel (9.000,-/liter). Biaya produksi Rp 2.000,-/liter. Prosesnya sederhana meliputi penyaringan, penghilangan warna dan bau, dan esterifikasi hingga menjadi biodiesel dengan rendemen 70% (seliter jelantah menghasilkan 0,7 liter biodiesel). Puji Sudarmaji, Sidoarjo, pengepul jelantah ke pabrik-pabrik biodiesel jelantah. Dia mendapat pasokan dari individu (200-500 kg/bulan) dan perusahaan (5 ton/bulan) dengan harga bervariasi tergantung kualitas jelantah dari sisi warna dan baunya, harga jelantah kualitas rendah Rp.3.500,-/kg, kualitas tinggi Rp.7.500,-/kg. Sepuluh dari 30 bus TransPakuan, Bogor, menggunakan biodiesel jelantah (baru 4 ton/bulan dari kebutuhan 12 ton/bulan). Walikota Bogor memaksa pemilik restoran di Bogor menyerahkan jelantahnya untuk diolah menjadi biodiesel. BPLH Bogor bekerjasama dengan PT Bumi Energi Equatorial, menerima sumbangan jelantah per bulan dari rumah makan (warteg dan warung nasi kaki lima) 400 liter, organisasi gereja 400 liter, Chevron Sukabumi 400 liter, masyarakat 800 liter, dan PT Carrefour 1.600 liter (dari 42 toko Carrefour se Jabodetabek), dan lain-lain untuk diolah menjadi biodiesel. Hasil samping pengolahan jelantah menjadi biodiesel berupa gliserol (gliserin) yang masih dapat dimanfaatkan menjadi sabun batangan atau sabun foam untuk cuci piring, atau dilanjutkan menjadi bahan bakar lain seperti etanol, butanol dan produk lain menggunakan bakteri anaerobik. Penggunaan biodiesel jelantah telah dilakukan terhadap mobil Isuzu Panther 2007 dengan jarak 2900 km (Jakarta-Bali PP nonstop) selama 5 hari dengan konsumsi biodiesel sebanyak 245 liter dibandingkan menggunakan solar murni 266 liter. Sejak th 2010, PTFI (Freeport Indonesia) menggunakan 5 % biodiesel jelantah atau + 1.200 liter/minggu pada kendaraan perusahaannya. Bus wisata Jakarta diharapkan menggunakan jelantah sebagai bahan abakar. Anak didik di sekolah (Madiun, Bogor, Pekanbaru, dll.) juga diberi pengetahuan membuat biodiesel dari minyak jelantah. Jelantah juga dapat langsung dipakai sebagai bahan bakar kompor. Kompornya sendiri disebut kompor nabati yang dibanderol sekitar Rp 275 ribu. Produsennya terus berupaya, agar harganya lebih murah lagi. Satu liter jelantah mampu untuk memasak selama 4 jam. Jarak pagar (Jatropha Jarak pagar (Sumatera= Dulang/Gloah; Madura = Kalek).

Curcas)

Biji jarak pagar dikembangkan untuk membangun industri BB nasional, karena harga biodiesel minyak jarak jauh lebih murah ketimbang biodiesel sawit maupun bioethanol dari tebu. Buah warna kuning-hitam yang diambil, lalu biji diproses untuk diambil minyaknya. Harga crude jatropha oil (CJO) sangat murah, hanya Rp2.400 per liter. Perlu satu langkah proses lagi menjadi biodiesel(degumming, dan esterifikasi & trans-esterifikasi menggunakan katalis). Bila ingin mendapatkanPPO cukup dengan langkah lebih sederhana (degumming, pemisahan, penetralan, dan pemisahan) yang tentu saja harga lebih murah. Limbah padat biji jarak dijadikan briket kering. Di sisi lain, petani kurang tertarik menanam jarak pagar, karena biji jarak hanya dipatok pemesan sebesar Rp.1000,-/kg, sedangkan permintaan petani sekitar Rp.2000,-/kg. PT Alegria Indonesia bekerjasama dengan KPRI Budikarti mendorong petani di Pasuruan (Jatim) untuk menanam pohon jarak dengan harapan biji jarak akan dibeli dengan harga Rp.1200,-/kg. Lahan jarak di Pasuruan seluas 1350 Ha terus dikembangkan hingga 30.000 Ha. RNI (Rajawali Nusantara Indonesia) menanami lahannya 2.400 Ha dengan jarak pagar yang hasilnya akan digunakan sendiri. Lahan kritis Indonesia seluas 77 juta Ha (2008). PT Alegria Indonesia, Juni 2010, menerima LoI dari Industri otomotif Jepang Mitsubishi, Asahi Sangyo Kaisha, yang meminta pasokan 100 ribu ton CJO/bulan. Tiga perusahaan Jepang lainnya, Tokyo Electric Power, Kanshai Electric Power, danOkinawa Electric Power juga pesan. Potensi jarak pagar NTB; 622.500 Ha. Kompor biji jarak pagar (UB-16), hasil rekayasa kompor minyak tanah telah sukses dipopulerkan oleh Eko W sekaligus membantu usaha para pengrajin kompor. Kompor tsb disempurnakan lagi (UB16S) agar mampu mengakomodasi bji-bijian dan bahan nabati lainnya. Akhir-akhir ini jarak pagar dilirik kembali, karena ditujukan bukan untuk substitusi solar tetapi untuk substitusi bioavtur. Apalagi akan ada ketentuan bahwa maskapai penerbangan Eropa dan Amerika yang berkunjung ke negara ASEAN wajib menggunakan bioavtur. Tahun 2016, Garuda Indonesia berencana menggunakan 2% bioavtur dalam BB pesawatnya yang akan dipasok oleh Pertamina. Nyamplung (biodiesel / biokerosin / biofuel) Nyamplung (Calophyllum Inophyllum) yang disebut juga bintangur sebagai BBN lebih unggulketimbang jarak pagar, rendemennya 2 kali lebih banyak (74%), kualitas lebih bagus, budidaya lebihmudah, produktivitas lebih tinggi (nyamplung: 20 ton/Ha; jarakpagar: 5 ton/Ha). DME Sumber Makmur Desa Buluagung, Kec. Silir Agung, Banyuwangi, provinsi Jawa Timur memproduksi 250 liter/hari biodiesel nyamplung dari 1 ton nyamplung. Untuk setiap 100 liter biodiesel itu diperlukan 70 liter metanol. CV Cahaya Khatulistiwa memproduksi awal 1000 liter biodiesel nyamplung per hari pada tahun 2012 dengan harga Rp 8500-9000/liter. Purworejomemproduksi

200

l/hari.

Minyak nyamplung juga baik digunakan sebagai biokerosin (pengganti minyak tanah, tetapi daya kapilernya lebih rendah, sehingga perlu sumbu kompor lebih pendek). Kualitas biodiesel nyamplung sesuai dengan SNI 04-7182-2006 dengan rendemen konversi FFA menjadi metil ester 97,8%, dan biodiesel nyamplung dapat digunakan langsung pada kendaraan bermotor (B100) tanpa campuran solar. Sebaran nyamplung di seluruh pantai Indonesia sekitar 480 ribu Ha, dan 60% nya di kawasan hutan. Kementerian Kehutanan menyediakan 3 juta bibit untuk ditanam di pesisir pantai seluas 3.000 Ha, salah satunya ditanam di pesisir pantai Cilacap seluas 350 Ha pada tahun 2007. Pilot project penanaman 10 juta biji nyamplung di areal 10 ribu Ha dilakukan di Madura pada tahun 2009 dengan harapan tahun 2012 sudah berproduksi, dan target 70 ribu kiloliter biodiesel nyamplung pada tahun 2025 dapat tercapai. Perusahaan yang mengembangkan biji nyamplung adalah PTTracon Industry dan PT Nabati Sumber Energi. Biosolar nyamplung sudah digunakan sebagai BB kendaraan bis, mobil pribadi, dan traktor. Perusahaan Grup Salim memohon izin HTI nyamplung di Sulawesi. Pemerintah Belanda juga tertarik untuk mengembangkan biosolar nyamplung. C. Jonathan, H. Tjokrobudiyanto, dan A. Gunawan mengusung rancangan pabrik PT Calofuel Indo Persada berupa biji nyamplung sebagai bahan ET dalam Lomba Rancang Pabrik Tingkat Nasional

(LRPTN) XII di ITB tahun 2011. Proses olah biji nyamplung menjadi biodiesel disebut proses SakaDadan (methanol superkritik) tanpa katalis melalui 2 tahap reaksi, yaitu hidrolisis dan esterifikasi pada suhu 270 oC dan tekanan 10 MPa selama 20 menit. Proses hidrolisis trigliserida (minyak nabati) menghasilkan asam lemak bebas, gliserol, dan air, kemudian setelah penambahan methanol diteruskan ke proses esterifikasi guna menghasilkan biodiesel berupa metil ester, air dan sisa methanol. Rancangan mereka memerlukan biji nyamplung 12.489,74 kg/jam dan methanol 441,48 kg/jam, yang menghasilkan biodiesel 4.186 kg/jam, gliserol (97,2 % massa) 434,24 kg/jam, resin (untuk industri Farmasi) 807,97 kg/jam. Biaya investasi + peralatan diperkirakan Rp. 99 + 178 miliar, waktu bangun pabrik 2 tahun, umur ekonomis pabrik 20 tahun. Harga bahan baku: Rp1.500,-/kg, Biodiesel Rp 6.500,-/kg, dan gliserol Rp.4000,-/liter. Lokasi pabrik diperkirakan di kawasan industri Kariangau, Balikpapan Barat, Balikpapan, Kaltim, dekat sumber bahan baku (21.700 Ha luar hutan + 10.100 Ha dalam hutan) dan pasar. Satu Ha nyamplung menghasilkan 20 ton biji/tahun dengan kandungan minyak 40-73%. Serbuk Biji nyamplung juga berfungsi sebagai baterai ramah lingkungan (diteliti oleh FKM-UNAIR) dengan tegangan (1,45 <1,5 V) dan arus (0,055 <0,06A) lebih rendah, daripada yang ada di pasaran sebagai pengganti baterai komersial di masa datang. Kerma dengan PT Informa dijajagi untuk memproduksi baterai nyamplung secara massal. Limbah baterai / pasta karbon dapat dimanfaatkan sebagai tinta whiteboard. Kemiri Sunan (Aleurites / Reutealis Trisperma / candlenut Kemiri itu disebut Kemiri Sunan, sebagai penghargaan kepada ponpes Sunan Drajat, Jawa Timur yang telah mengembangkannya menjadi salah satu bahan pembuatan biodiesel. Dulu disebutkemiri cina atau jarak bandung atau muncang priangan. kementerian ESDM berencana menggandeng lebih dari 20.000 ponpes untuk menanam kemiri sunan. Komposisi minyak kemiri sunan terdiri atas asam palmitat (10%), stearat (9%), oleat (12%), linoleat (19%), dan alpha-elaeostearat (50%). Buah masak/kering langsung jatuh ke tanah dengan sendirinya. Rendemen biji kemiri sunan dapat mencapai 50%, diperoleh 88% biodiesel, 12% gliserol menggunakan teknologi esterifikasi maupun trans-esterifikasi. Konversi minyak ke biodiesel memerlukan bahan penunjangseperti air, katalis asam (H2SO4 98%), Katalis basa (NaOH), dan metanol. Buah kemiri sunan bisa mencapai 50-289 bahkan dapat mencapai 500 kg per pohon per tahun. Minyak kasar kemiri sunan mencapai 10 ton /Ha/tahun, sedangkan kelapa sawit hanya mencapai 6 ton/Ha/tahun dan jarak pagar 3 ton/Ha/tahun. Tanaman mulai berbuah 5 hingga 25 tahun bahkan 50 tahun atau lebih cepat dari 5 tahun bila menggunakan pemuliaan tanaman. Ia dapat dijadikan tanaman konservasi, termasuk lahan kritis dan lahan bekas tambang (mis. tambang timah (4Ha), Kel. Parit Padang, Bangka, dan tambang batubara), pohonnya rimbun, sekitar 80.000 helai per pohon dengan akar kuat dan dalam (dapat mencapai 4 m). PT BHL (Bahtera Hijau Lestari) sudah memiliki benih sekitar 0,6juta pohon siap tanam di Sumbawa dan Lombok. Contoh tanaman terawat ada di Bali dan Lombok. PT BHL siap membeli kemiri sunan Rp500,-/kg dari masyarakat. Perkiraan biaya produksi biodiesel kemiri sunan sekitar 45005000Rp/liter, dengan kemampuan mereduksi karbon dan oksigennya melumasi mesin. Bungkil Minyak kemiri sunan, sisa hasil perasan minyak, masih dapat digunakan untuk maksud lain, misalnya untuk cat, tinta, bahan pengawet, bio-pestisida, vernis, briket, biogas, sabun, pupuk organik, pakan ternak, pelumas, minyak kain, resin, kulit sintetis, kampas, lapisan pelindung kawat dan logam, dll. Bungkil itu juga masih dapat dijadikan biogas. Dari 3 kg bungkil diperoleh 1,5 m3 biogas, setara dengan 1 liter minyak tanah. Satu rumah tangga memerlukan 2-3 m3/hari biogas atau sekitar 6-9 kg bungkil/hari atau 2-3 ton bungkil/tahun atau 6 ton biji kering/tahun atau 15 pohon kemiri sunan. Biodiesel kemiri sunan telah diuji oleh di fasilitas uji PT Tri Ratna Diesel Indonesia, Gresik, Jawa Timur yang hasilnya setara dengan solar (B100, tanpa campuran solar, tanpa modifikasi mesin). Kementerian Pertanian menganggarkan Rp.122,13 juta untuk proyek percontohan pengembangan tanaman kemiri sunan di Garut, Subang, Majalengka, Indramayu, dan Sumedang dengan total luas lahan 23 Ha.

Biji Karet (Hevea Brasiliensis) Potensi biodiesel dari minyak biji karet cukup besar di Indonesia. Selama ini biji itu hanya dibuang saja. Total luas kebun karet Indonesia mencapai >3 juta Ha, terluas di dunia dengan potensi minyak biji karet sekitar 26 juta liter/tahun. Di Jateng saja seluas 23.515Ha dengan produksi sebesar 20 ton/tahun. Biji karet dari kebun didapat sekitar 400ribu butir/Ha/th untuk kerapatan + 500 pohon/Ha. Kadar minyak dalam biji sekitar 50% dan rendemen 38% diperoleh dengan cara pres-mekanik. Penggunaan alat distilasi reaktif, gelombang mikro, reaktor osilasi guna menaikkan rendemen juga dilakukan. Upaya rekayasa pabrik minyak biji karet telah dicoba. Alga (Mikroalga, biodiesel, air laut) Mikroalga yang menghasilkan minyak adalah bersel satu, tak berakar, tak berdaun, berkhlorofil, terutama yang hidup di laut. Pembiayaan budi-daya mikroalga memang lebih mahal (teknologi tinggi), tetapi menghasilkan minyak lebih banyak. Jika faktor kering 50%, maka 5 kg mikroalga basah dapat menghasilkan 2,5 kg sel mikroalga, dan bila faktor lipida 40%, maka akan diperoleh 1 liter biofuel. Biofuel mikroalga merupakan B100, langsung dapat dipakai sebagai bahan bakar tanpa campuran. Spesies Euchema dan Gracilaria pada lahan 1 Ha menghasilkan 58.700 liter biodiesel/th (dengan asumsi mengandung minyak 30%), sedangkan sawit hanya 5.900 liter/th. Panen alga hanya 7-10hari, minyak jarak perlu 3 bulan (1,6kL/Ha), dan sawit perlu 5 bulan. Alga memerlukan nutrisi (pupuk NPK, ZA, dll), gas CO2 (2,88 ton per 1 ton alga), dan matahari. Pengeluaran minyak dari alga menggunakan teknik pengepresan, ekstraksi dengan bantuan heksana, dan ekstraksi ultrasonik. Jenis alga dengan minyak tinggi adalah Botryococcus brunii (70%), Schizochytrium sp (60%), dan Chlorella (30-40%). PLTU Suralaya, Banten (PT Indonesia Power) membangun Pilot Plant Mikroalga guna memanfaatkan gas buang CO2 untuk mengembang-biakkan alga sebagai bahan baku biodiesel. 2 gram emisi CO2 menumbuhkan 1 gram alga. ExxonMobil membuka pintu kerjasama riset bagi Indonesia. Lemigas melakukan riset alga air tawar sejak th 1980. Bila ingin memroduksi komersial biodiesel alga untuk 100 ribu ton alga/th, maka perlu dana investasi Rp 1,36 triliun PT Pengembangan Alga Indonesia (PTPAI) melakukan produksi dan riset pula di Indonesia. ITB membiakkan mikroalga (Thalassiosira sp.) dengan teknik ultrafiltrasi, PT Rekayasa Industri mengembangkan bioreaktor mikroalga, dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan mencari spesies mikroalga terbaik guna menghasilkan biofuel yang optimal. Alga jenis Gelidium sp dipilih oleh kerma Indonesia dan Korsel untuk menghasilkan BBN biodiesel, karena tidak dimanfaatkan untuk bahan makanan. Indonesia sebagai tempat budidaya gelidium sp dan Korsel (KITECH = Korea Institute of Industrial Technology) siap menerapkan teknologi biodiesel dengan biaya produksi 1-2 US$/liter. Budidaya gelidium diupayakan di perairan Lombok hingga Papua, Maluku seluas 20.000 Ha, dan Belitung 10.000 Ha. Biota Laut Pemprov Riau (Eddiwan) memanfaatkan biota laut menjadi biodiesel. Air laut diendapkan dalam bak penampungan, lalu disuling dengan alat suling berukuran 0,1 mikron (plankton net) yang akan mendapatkan minyak sel yang berasal dari biota laut (zooplankton) dan terkumpul, lalu diubah menjadi biodiesel yang cocok untuk pompong (kapal nelayan). Bung AK juga menemukan biota laut yang dapat diproses menjadi 30% minyak mentah lalu dapat diubah menjadi bio-BBM atau dia sebut BBN (BB Nusantara) dan ampasnya (10%) dapat dijadikan bahan pupuk / aspal. PPO

(PURE

PLANT

OIL)

PLN menggunakan PPO dari minyak sawit (CPO) untuk menyalakan 114 pembangkit listrik skala kecil dan menengah (PLTD), seperti proyek percontohan di Lampung (11 MW) dan di Nusa

Penida (1,5 MW), Bali. BPPT membantu mengembangkan teknologi pembuatan PPO tersebut. Bahan bakar PLTD adalah campuran 80% PPO dan 20% Diesel. Contoh PLTD di provinsi lainnya,Kalsel: PLTD Muara Teweh-Kuala Kapuas (0,425MW), Pangkalan Bun (lama) (3MW), BuntokKuala Kapuas (4MW), Kotabaru-Kotabaru (4MW), Pagatan-Kotabaru (4,5MW); Kaltim: PLTD Petung (10MW), Long Ikis (2,5MW), Melak (1,25MW), Kota Bangun (2MW), Nunukan (5MW), Tanjung Selor (4,25MW), Malinau (1MW); Sumut: PLTD Gunung Sitoli-Nias (4,5MW); Maluku: PLTD Piru-Ambon (0,75MW), Bula (0,375MW), Sofifi (0,75MW), Malifut (0,55MW), Maffa (0,150MW), Kairatu (0,7MW), Masohi (0,7MW); Kep. Riau: PLTD TB Karimun (13 MW), Teluk Kuantan (1,1MW). PLN telah meneken kerma jual-beli PPO dengan 3 perusahaan besar seperti PT Smart Tbk (3.320 ton untuk PLTD Titi Kuning, di Medan), PT Wilmar Nabati Indonesia (1.250 ton untuk PLTD Bagan Besar & Bagan Siapi-api, di Dumai), dan PT Wilmar Cahaya Indonesia (2.150 ton untuk PLTD Sudirman, PLTD Sambas, PLTD Menyurai, Sintang, dan PLTD Semboja / 5,3 MW, Sanggau, Kalbar). Selain CPO, PPO dapat dibuat pula dari kelapa, dan jarak pagar. PPO lebih murah bila dibandingkan dengan biodiesel (pengganti solar), karena prosesnya lebih sederhana sehingga biaya lebih murah dan dapat langsung digunakan dalam mesin tertentu (tidak bergerak, genset). Penggunaan PPO di kendaraan bermotor memerlukan modifikasi mesin, misalnya mengurangikekentalannya (pemanasan awal dari mesin/listrik) untuk menyempurnakan pembakaran dan penghilangan karbonasi. BIOETANOL (SNI: 7390:2012) Sumber: Singkong, limbah biomassa, limbah air kelapa, limbah buah+sayur, sorgum, tetes tebu / tebu / ampas tebu, aren, nipah, rumput laut, alga, jerami padi, sagu, gas CO 2, batubara, dll. Produsen bioetanol: BPPT Lampung (2,5ML/th, singkong); Sugar Group (PT Indo Lampung Distillery), Lampung (70ML/th, Tetes, terintegrasi); Molindo Raya (50ML/th, tetes eks PTPN) Lawang, Malang, Jatim; PT Indo Acidatama (50 ML/th, tetes) Karanganyar, Solo, Jateng; PT Aneka Kimia (17 ML/th) Mojokerto, Jatim; PASA Jatiroto (7,5 ML/th) Lumajang, Jatim; PT Madu Baru (7 ML/th) Yogyakarta; PSA Palimanan (7 ML/th) Cirebon, Jabar; Basis Indah (5,5 ML/th) Makassar, Sumsel; Permata Sakti (5 ML/th) Medan, Sumut; Molasindo Alur Pratama (3,6 ML/th) Medan, Sumut; PTPN X (30ML/th, tetes); PT Medco Ethanol (60 ML/th singkong) Lampung; PT Madusari Lampung Indah (50 ML/th, Singkong + Tebu) Lampung; PT Indonesia Ethanol Industry(50 ML/tahun, singkong) Lampung Tengah, Lampung; Sampoerna Bio Energi (60 ML/th) Jateng & Jatim; dan Humpuss (60 ML/th) Kotabumi, Lampung. Sepuluh pabrik etanol siap memproduksi Gasohol (10% etanol + 90% premium) 2 di Jatim, 1 di Jateng, 1 di DIY, 2 di Jabar, 3 di Sumatera, 1 di Sulsel. Toyota Indonesia (TMMIN) telah membuat mobil etanol (E100) (sejak 2010), tetapi saat ini (2014, dengan produksi 500-600 unit/bulan) terpaksa 18.060 mesin Toyota Hilux diekspor ke Argentina & Brazil, karena terbentur kebijakan pemerintah yang belum pro etanol. Pengembangan mesin untuk E85 sedang dilakukan untuk pasar Thailand dan negara ASEAN lainnya. Tim Rakata ITB dan TimHoras USU (mesin USU III) ikut mengembangkan mobil etanol. PTPN X (kap. produksi: 30 ML/th) (melalui anak perusahaannya: PT Energi Agro Nusantara) juga terpaksa mengekspor bioetanol ke LN (Filipina 4 ML via pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, dan Korsel). Permintaan harga bioetanol DN terlalu rendah (RP7.000-7.500,-/L) sementara pasar ekspor bisa mencapai Rp8.500-9.000,-/L. Pasar Taiwan, Belanda, Jepang, dan Singapura masih dijajagi. Indonesia masih memerlukan otoritas dan infrastruktur khusus bioetanol. Bila kebijakan pemerintah yang pro etanol/bioetanol diwujudkan maksimal, maka pro lainnya seperti pro-poor, pro-job, progrowth, dan pro-environment / pro-planet lambat-laun akan tercapai, dan rakyat pedesaan dan pesisir

Indonesia akan sejahtera, karena mereka menguasai biomassa dan produk laut (rumput laut dan alga). Singkong/ubi kayu/Ketela Pohon KNMI (Komisi Nasional Masyarakat Indonesia) bekerjasama dengan PT Energi Karya Madani menemukan pengganti bahan bakar premium yang disebut Biopremium yang ramah lingkungan dengan bahan dasar bioetanol (kadar etanol 96-99 %) yang berasal dari proses fermentasi singkong. Satu liter etanol perlu 6 kg singkong. Singkong emas juga dimanfaatkan untuk diubah menjadi bioetanol di Kupang, NTT. ICMI Orwil Jawa Barat mendirikan pabrik bioethanol (90-94%) berbahan baku singkong 1,5 ton/hari di Ds. Cijambe, Kec. Cikelet, Kab.Garut, yg beroperasi sejak Maret 2009 dg kapasitas 200 liter/hari. Harga per liter bioetanol dipatok Rp.10 ribu dari biaya produksi Rp 7 ribu. Sri Nurhatika (Ika) Dosen Biologi ITS dan timnya mengenalkan bioetanol dari singkong raksasa/telo genderuwo/limbah pabrik tepung tapioka beserta kompornya. Kompor aluminium diproduksi bersama Koperasi Manunggal Sejahtera. Ika + tim mengenalkan produknya kepada pembatik di Jawa. Limbah Biomassa (TKKS) BPPT (PTPSE = Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi) dan MHI (Mitsubishi Heavy Industries Ltd) bekerjasama memanfaatkan TKKS (potensi sekitar 20 juta ton basah atau 10 juta ton kering) sebagai bahan baku (lignosellulose bioetanol) untuk memproduksi bioethanol. Proses dari TKKS menjadi Saccharide liquid menggunakan teknik hydrothermal dilakukan oleh MHI, kemudian cairan yang dihasilkan difermentasi dan dijadikan etanol oleh B2TP (Balai Besar Teknologi Pati). LIPI (Kimia Terapan) dan pemerintah Korea Selatan (KOICA, dengan bantuan KIST dan Changhae Engineering Co.Ltd,) bekerjasama melakukan penelitian TKKS menjadi bioethanol via fermentasi. Teknologi yang ditemukan mampu mengolah 80 kg sampah menjadi 10 liter/hari bioetanol dengan tingkat kemurnian 99,5%. Korsel memberikan dana hibah US$3 juta, dan LIPI memberikan dana pendamping US$ 600 ribu. Stasiun percontohan Laboratorium Penelitian Energi, Lingkungan dan Bahan Kimia Alami dibangun di Serpong. Rumput Teki (Cyperus rotundus) diproses oleh mahasiswa TEP FTP-UB, Malang dengan preteatment gelombang mikro menjadi bioetanol. Limbah Air Kelapa Hadi memfermentasi (selama 70 jam) 200 L limbah air kelapa menjadi 90 L bioetanol 70%, sedangkan dari 200 L legen menjadi 110 L bioetanol 70%. Pemanasan untuk proses penyulingan (sekitar 80-85oC) menggunakan serbuk gergaji. Limbah Buah (Salak) Mahasiswa UGM Yogyakarta mengembangkan kompor berbahan bakar bioetanol dari limbah buah salak yang cacat atau busuk. Dusun Ledoknongko, Kec. Turi, Kab. Sleman, DIY, adalah sentra penghasil salak dengan limbah salak sekitar 1-3 ton/bulan. Satu liter bioetanol diperoleh dari 10 kg limbah salak melalui proses fermentasi selama sepekan dengan menambah ragi dan urea, kemudian cairan yang dihasilkan dikenai proses distilasi pada temperatur 70oC. Di sisi lain,pelepah/daun salak melalui proses pirolisis dapat diubah menjadi bio-briket dan biokerosin. Sorgum Pengembangan Sorgum/canthel (Jawa) di Indonesia masih belum masuk skala komersial. DesaLegundi adalah salah satu lokasi DME bioetanol sorgum. Pabrik bioethanol sorghum yang produk bioethanolnya akan menggantikan minyak tanah dibangun dengan kapasitas 400 liter/hari yang didukung penanaman sorghum manis seluas 15 Ha. Masyarakat sekitar mendapatkan kompor bioetanol 300 unit. Limbah padat perasan batang sorghum dijadikan kompos dan sebagian untuk pakan ternak.

PT BLUE (Banyu Lancar Unggul Engineering) Indonesia membudidayakan 15 varietas bibit unggul Sorghum dari BATAN di Balikpapan, Kaltim, yang disebarkan ke masyarakat dengan pola inti plasma yang hasil panennya akan dijamin pembeliannya oleh PT BLUE. Satu liter bioethanol sorghum memerlukan batang 16-20 kg, atau bila dari biji sorghum perlu 2,5 kg biji (dengan proses kimia yang lebih panjang). Brunei Darussalam bekerjasama dengan Walikota Solo menginvestasikan dana Rp800 miliar guna membangun 2 pabrik raksasa industri olahan shorgum pengganti beras (satu pabrik memerlukan lahan 30 Ha) di wilayah Soloraya (kantor pusat di Solo), dan lokasi kabupaten terpilih adalahWonogiri dan Sragen. Sekitar 60 ribu petani lokal akan dilibatkan dalam industri bahan makanan (gandum lokal) dan bioenergi (bioetanol untuk ekspor). Investor jepang PT Panen Energi (Syswave Holding Co.) memperkenalkan bibit sorgum (varietas B6, B8, dan KOI) di Karang Tengah, Wonogiri yg bisa dipanen 3 bulan sekali, tinggi 2,5-5 m, yg diharapkan mampu menghasilkan bioetanol 2,000-3,5000 liter/Ha/musim. Kemen BUMN mengembangkannya untuk konsumsi di Sumbawa dan Jember seluas 100 Ha. LIPI mengembangkannya untuk memproduksi bioetanol di Riau dengan target 400 ton/Ha/tahun. Th 2014 direncanakan sorgum ditanam di lahan 10,000Ha yang bermitra dengan RPN, PT Samirana, dan pemda yang berkenan. PT Pertamina & PT Askes bekerjasama memproduksi sorgum diAtambua pada lahan seluas 200 Ha. Tetes Tebu/Tebu Produk tetes seluruh pabrik gula di Indonesia sekitar 1,4 juta ton/th, digunakan untuk industri bioetanol hanya 600 ton/th, sisanya diambil industri MSG/moto + industri pakan ternak (600), dan diekspor (200). Bila konversi tetes 600 ton/th itu ke bioethanol 4:1, maka produksi bioethanol masih di bawah rencana pemerintah 194 ribu kL. Produsen: PT Molindo Raya (Jatim) 70 ribu kL/tahun. PTPN X (Rp.311milyar) bekerjasama dengan Jepang (NEDO Rp.150milyar) membangun pabrik bioetanol tetes dg kapasitas 30 ML/th di samping pabrik gula Mojokerto dan berproduksi. Sekitar 4 ML/th diekspor ke Filipina (untuk campuran BB 10-20%) dan sisanya diserap PT Pertamina. Medco akan membangun pabrik bioetanol di Papua dengan bahan baku tebu. Tanah seluas 65.000 Ha (dari total 200.000 Ha) telah dialokasikan di Papua Selatan. PT Barata Indonesia (Persero) yg menggandeng Sapporo & Tsukisima Kogyo Jepang menggarap proyek putar kunci bioetanol (99,6%) kapasitas 100 kL/hari milik PTPN X yang berlokasi di pabrik Gula Gempolkrep, Mojokerto. Uji-coba dilakukan th 2013. Limbahnya berupa gas metan sebagai umpan diesel gas engine menjadi listrik 2,5 MW. Ampas Tebu PTPN X (Persero) mendiversifikasi umpan pabrik bietanol menggunakan ampas tebu Satu liter bioetanol memerlukan 5 kg ampas tebu (Rp.1000,-) atau 4 kg tetes tebu (Rp.4000,-). Sekitar 1,3-1,5 juta ton tebu menghasilkan 300-500ribu ton ampas tebu yang dapat dikonversikan ke bioetanol. Tebu digiling oleh PG milik PTPN X sekitar 6juta ton/tahun. Aren (Arenga Pinnata) Satu pohon menghasilkan nira 15-20 liter/hari, diproses menjadi satu liter bioetanol 99,5 %, atau sekitar 36.000-40.000 liter bioetanol/Ha/tahun (pohon aren produktif disadap selama 6-8 tahun, baru dapat disadap setelah berumur 5 tahun). Produksi bioetanol dari aren itu tertinggi dibandingkan jagung (4.000), singkong (2.000), biji sorgum (4.000), jerami padi, dan ubi jalar (7.800). Harga bersih bioethanol di pasaran dunia sekitar 1,15-1,3 US$/galon / US$40/ton (2009). Sekitar 60% pohon aren dunia ada di Indonesia (Sulawesi, Maluku, Sumatera, Papua, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bengkulu, Nangroe Aceh Darussalam, dan daerah lainnya) dengan perkiraan total luas di 14 propinsi 70.000 Ha. Di Sulut saja ada 2942 Ha (th 2004), terdapat 300-400 pohon per Ha. Pacitan menyiapkan areal kebun aren hingga 10.000 Ha guna mengakomodasi 4 juta pohon aren di daerah aliran sungai (DAS) Girindulu, sekitar kec. Bandar, Hawangan, Tegalombo, Arjosari, dan

Tulakan. Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), KalSel juga sedang menyiapkan kebun aren seluas 668 Ha. Pabrik yang diketahui memproduksi bioetanol dari aren adalah Kreatif Energi Indonesia dan PTBLUE Indonesia. Investor yang tertarik: PT Halmahera Engineering. PT Molindo Raya Industrial, Sugar Crop Company (SGC), PT Tirtamas Majutama. Investor Canada, Amerika, dan Brazil juga berminat untuk mendanai sekaligus membeli bioetanol aren Indonesia. Dana sekitar US$ 17 juta diperlukan untuk membangun pabrik bioetanol dengan kapasitas 500 ton/hari. Nipah (Nypa Fruticans) Salah satu komoditas penghasil bioenergi non-pangan adalah tanaman nipah yang cukup melimpah di Kalbar, dan dapat dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol. Kelapa Nipah tumbuh subur di daerah pasang surut (hutan mangrove/bakau), rawa-rawa, di pesisir pantai atau muara sungai berair payau. Struktur buah mirip buah kelapa yang dalam satu tandan dapat mencapai 30-50 butir. Bila buah masak akan gugur ke air, bergerak mengikuti arus air dan tersangkut di tempat tumbuhnya, dan tumbuh menjadi kecambah dan pohon baru. Di Indonesia, luas daerah tanaman nipah sekitar 10% dari 7 juta Ha daerah pasang-surut, yaitu 700.000 Ha yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa Sulawesi, Maluku, dan Irian jaya. Ribuan Ha nipah juga ditemukan di daerah pesisir Inhil, Semenanjung Kampar, Bengkalis, Dumai dan Rohil. Nipah adalah spesies utama penyusun hutan bakau dengan komposisi 30%. Panjang tangkai tandan bunga sekitar 100-170 cm yang dapat disadap untuk diambil niranya. kadar gula (sucrose) berkisar antara 15-17%, dan setiap tandan bunga menghasilkan 0,5 liter nira/hari selama 4-5 bulan,atau 75 liter per tahun. Bila jumlah pohon nipah efektif 3000 pohon per Ha, dan 40% saja yang menghasilkan tandan bunga, maka nira yang dihasilkan adalah 0,4 x 3000 x 75 liter/tahun atau 90.000 L/Ha/Tahun. Sementara nira yang dapat diubah menjadi etanol sekitar 7% (atau lebih), atau 90.000 x 0,07 sebesar 6300 liter/Ha/tahun atau sekitar 4,4 juta kL/tahun bioetanol, bahkan diberitakan mampu menghasilkan etanol hingga 15.600-20.000 liter/Ha/th yang lebih tinggi 2-3 kalidibanding menggunakan bahan baku tebu (5.000-8.000 liter/Ha/th), sementara jagung menghasilkan 4.000 liter/Ha/th. Tahun 2011 dibangun pabrik bioetanol skala pilot (400 L/hari) dari bahan baku nipah dengan dana dari Kementrian ESDM (via Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi) di lokasi bekas pelabuhan Lantamal TNI AL Kuala Mempawah, Pontianak, dengan luas pabrik sekitar 520 m2. Tahap awal, Kementrian ESDM juga akan membantu 150 unit kompor bioetanol untuk dibagikan ke masyarakat. Investor yang tertarik memproduksi bioetanol nipah adalah PT FFI (First Flower Indonesia). PT FFI dan tim teknis Univ. Lambung Mangkurat melakukan penelitian/kajian pemanfaatan nira nipah menjadi bioetanol pada th 2012 hingga membangun pabrik pada tahun 2017, sementara pemkab Tanah Laut (Tala), KalSel, menyediakan lahan tanam nipah 8.000 Ha di 3 kecamatan, yaitu Bati-bati, Kurau, dan Bumi Makmur. PT FFI menargetkan 200 juta liter/th bioetanol nipah pada lahan 40.000 Ha di KalSel dan KalTim. PT FFI juga melirik kebun nipah di SulSel. Lahan 8000 Ha juga disiapkan di Meranti, Riau untuk memproduksi gula, sirup, dan bioetanol. Rumput Laut (Makroalga, bioetanol / biofuel) Rumput laut banyak mengandung aneka protein dan selulosa, sehingga sangat mungkin untuk dibuat bioetanol. Spesies rumput laut terpilih adalah Caulerpa serrulata dan Gracilaria verrucosa, karena mengandung selulosa tinggi yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan difermentasi menjadi bioetanol. Kelebihan rumput laut: 1) Lahan budidaya di laut yang saat ini dimanfaatkan baru seluas 222.180 Ha, hanya 20% dari 1.110.900 Ha tersedia di perairan Indonesia; 2) Waktu budidaya hanya 1,5-2 bulan; 3) menyerap gas CO 2 sekitar 7 kali lebih besar dari kayu; 4) Lebih murah, dapat dipanen 6 kali setahun (100-125 ton/th/Ha). Kebun bibit disediakan di Lampung, DKI jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, NTT, NTB, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sultera, Maluku, dan Papua. Norwegia memanfaatkan rumput laut Laminaria sebagai penghasil bioetanol.

Alga (Mikroalga, air tawar / payau, bioetanol) Mikroalga dapat diambil minyaknya (menjadi biodiesel), kemudian diambil karbohidratnya (5-67,9%) untuk diubah menjadi bioetanol (38%). Mikroalga yang melulu berpotensi sebagai bahan baku etanol adalah Prymnesium parvum, Chlorococum sp., Tetraselmis suecia, Anthrospira sp., danChlorella sp. Alga Spyrogyra yang berkarbohidrat tinggi telah diteliti oleh mahasiswa ITS Surabaya untuk mendapatkan bioetanol. Satu liter bioetanol diperoleh dari 6 kg singkong, dan hanya 0,67 kg dari alga spyrogyra. LIPI mengembangkan alga Chlorella sp. di Pasir putih, Siak Hulu, Kampar untuk bioetanol dan biodiesel. Jerami Padi Produksi jerami Indonesia sangat besar. Bila 1 ton beras setara dengan 1 ton jerami, dan produksi beras tahun 2011 diperkirakan 37,8 juta ton maka produksi jerami per tahun sekitar 37,8 juta ton. Jerami mengandung hemiselulosa (27,5%), selulosa (39%), danosa (39%), dan lignin (12%) yang dapat diubah menjadi bioetanol via fermentasi. Bila 1 kg jerami menghasilkan 0,2 L bioetanol, maka produk bioetanol Indonesia kira-kira 7,56 juta kL/tahun. Sementara kebutuhan premium (Des 2013) tercatat sekitar 82.613 kL/hari (30 juta kL/tahun) maka sumbangan bioetanol jerami terhadap premium 25,2%. Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.) Lahan sagu Indonesia sekitar 1,2 juta Ha (budidaya 148.000 Ha). Sagu sangat berpotensi sebagai bahan baku etanol dengan kadar karbohidrat 82-85%. Dari Satu ton sagu, dapat diperoleh 550 literbioetanol melalui proses hidrolisis, fermentasi, destilasi, dan dehidrasi. Sagu Meranti (dari Kepulauan Meranti, Riau, produsen sagu terbesar di Indonesia 440.309 ton dari areal 44.657 Ha / 2006, 2,98% luas tanaman sagu nasional) dinobatkan menjadi pusat pengembangan Sagu nasional. Tepung sagu Meranti dikirim ke Cirebon 400 ribu ton/bulan guna diolah menjadi penganan dari sagu, bahan kosmetik, kesehatan, dan lainnya. Pemanfaatan sagu lainnya adalah bahan plastik alami, sorbitol, sirup, dll. Maluku memiliki lahan sagu seluas 31.000 Ha dan 3,1 juta pohon sagu dengan produksi 25 ton/Ha/tahun yang tersebar di 7 kabupaten dengan masa panen 10 tahun setelah ditanam. Produktepung sagu basah dari Maluku dikirim ke Cirebon. Tiga perusahaan domestik PT National Timber (10 ribu Ha), PT Nusa Ethanolasia (50 ribu Ha), dan PT Austindo Nusantara Jaya (ANJ Agri) (50 ribu Ha di Kab. Sorong Selatan, Papua) membangunperkebunan sagu di Riau dan Papua Barat untuk memenuhi pasokan bahan baku pabrik bioetanol sagu. ANJ Agri berencana membangun pabrik pengolahan sagu dengan investasi US$20 juta di Sorong Selatan dengan kapasitas produksi 3.000 ton sagu/bulan. PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) via anak perusahaannya PT Sampoerna Bio Fuels membeli saham 95% PT National Sago Prima (NSP) seharga US$12juta guna menggarap lahan sagu sekaligus menjadi raja sagu di Indonesia. Proyek pertama Sampoerna Agro adalah garapan lahan seluas 22.000 Ha di Selat Panjang, Riau yang telah ditanami sagu seluas 10.000 Ha. Lahan sagu kedua terletak di Papua seluas 51.000 Ha yang telah ditanami sagu secara alami. Lahan ketiga terletak di Sambas, Kalbar seluas 15.000 Ha. Sampoerna masih mengincar lahan seluas 6.000 Ha di Lingga, Riau. Pembangunan pabrik bioetanol dianggarkan US$8juta dengan bahan baku 100 ton sagu/hari dan dana replanting (tanam kembali) sekitar US$5juta. NSP akan membangun pabrik sagu di distrik Sentani, Kab. Jayapura, Papua. Saat ini Indonesia penyumbang 55% sagu dunia (30% berada di Papua), kemudian disusul oleh Papua Nugini 20%, Malaysia 20%, dan lain-lain 5%. Karbohidrat sagu lebih banyak dibanding tanaman lainnya. Satu Ha lahan tapioka menghasilkan pati 5,5 ton/th, kentang 2,5 ton/th, jagung 5,5 ton/th, beras 6 ton/th, dan sagu 15-25 ton/th.

Limbah/ampas sagu dapat dibuat menjadi briket arang dengan teknik ampas sagu dikeringkan dan dibakar terbatas hingga jadi serbuk arang, dicampur dengan cairan tapioka sebagai perekat, dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Finlandia melirik limbah pengolahan tual sagu berupa kulit batang sagu (uyung) yang dapat dijadikan bahan bakar bioenergi pengganti minyak tanah atau dibuat pelet pencampur batubara untuk keperluan ekspor ke Eropa. Tim Finlandia berharap ekspor uyung 10.000 ton/bulan ke Eropa dapat terwujud. Gas CO2 Pemanfaatan gas CO2 menjadi etanol menarik perhatian peneliti dari UGM (FMIPA + Teknik Kimia). Jumina dkk. + PT Madubaru Yogyakarta (via Rusnas UGM) mengkonversi gas CO 2 melalui pereaksi Grignard yang dilanjutkan dengan reduksi menggunakan senyawa boran, dengan konversi 60-70%. Bila ditambah satu langkah lagi: grignard-esterifikasi-reduksi, maka konversi menjadi 6575% (lebih tinggi). Batubara Konversi batubara menjadi etanol sintetik untuk BB kendaraan bermotor dilakukan oleh SIAP (PT Sekawan Intipratama Tbk) dengan menggandeng dan meneken MoU dengan Procone GmbH(Perusahaan Swiss berteknologi Jerman, sebagai kontraktor EPC). PT Indo Wana Bara berlokasi di Kab.Kutai, Kaltim, diakuisisi, sehingga SIAP mendapatkan batubara seluas 5ribu Ha (cadangan batubara sekitar 300ribu ton) yang terletak 3,5 km tepi S. Mahakam. Pabrik gasifikasi batubara menjadi etanol (260ribu ton/th) di atas lahan 60 Ha dekat S. Mahakam dibangun dengan investasi 180juta Euro yang diharapkan beroperasi th 2016. Celanese Corp. AS akan membangun pabrik etanol sintetik (1,1 juta ton/th) dengan investasi USD2,5 miliar (RP 21,34 triliun) di Palembang, Sumsel (kerma dengan Pertamina) yang butuh lahan 150-200 HA.Pabrik perlu 4-5 juta ton batubara per tahun. Pemanfaatan bioetanol berbagai konsentrasi Bioetanol 80-85%: S. Budi Sunarto memanfaatkan bioetanol 80-85% untuk kendaraan bermotor 2 tak, seperti motor berbahan bakar bioetanol (bahkan 60-80%) dengan merk MAK (Mega Andalan Kalasan), motor 4 tak, dan genset dengan tambahan alat pengabut. Di sisi lain, Budi mencampur bioetanol 80% dengan asam stearat /lilin panas, kemudian didinginkan untuk mendapatkan etanol padat yang cocok digunakan sebagai pengganti BB minyak tanah. Bioetanol 40%: Minto Supeno, Dosen USU, memanfaatkan bioetanol 40% yang dipanaskan untuk kendaraan bermotor dan mobil disertai penyesuaian karburator dan busi, dan pemanfaatan teknologi oksida logam, bentonit terpilar switching dan pasir switching. Usaha/penelitiannya untuk mengurangi kadar bioetanol sebagai BB sedang berlangsung hingga, bila perlu, mendapatkan bahan bakar air saja. Air + Bioetanol: Air dan bioetanol dijadikan BB sepeda motor hasil temuan/inovasi FMIPA Fisika USU Medan dengan dana DIKTI & swadaya. Setelah litbang tersebut terhenti 2 tahun, kemudianPertamina membantu dana litbang itu. Sistem Penghasil Hidrogen (SiPeDe) akan diproduksi massal. Larutan etanol 30-80% dapat menghasilkan gas H 2 via proses elektrolisis (dengan PEM) danelektrolisis plasma. Peneliti lain menemukan bahwa elektrolisis metanol (V=0,02 volt) dengan bantuan PEM hanya perlu energi listrik 1/3 dibandingkan dengan elektrolisis air (V=1,23 volt). . BIOBUTANOL Biofuel dari bahan pangan dikategorikan sebagai biofuel generasi pertama. Biofuel generasi kedua berasal dari bahan non pangan. Salah satu pilihan adalah biobutanol yang dapat diperoleh dari bahan non-pangan yang difermentasi (melalui proses A.B.E menggunakan bakteri clostridium acetobutylicum yang disebut pula organisme Weizmann) atau non fermentasi, meski biaya proses

lebih mahal dari bioethanol. Di lain pihak, bakteri penyebab diare, Escherichia Coli, ditemukan mampu menghasilkan n-butanol lebih dari 10 kali lipat dibandingkan dengan proses biasa. Kandungan energi butanol menyamai premium termasuk sifat fisika dan kimia mirip bensin dengan angka oktan 96, sehingga menjadi pencampur bensin terbaik. Infrastruktur transportasi baru tidak diperlukan. Biobutanol tidak larut dalam air, tidak menyebabkan korosi, dan dapat dicampur dengan bensin beraneka variasi. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada rekomendasi penggunaan biobutanol 100% pada kendaraan bermotor, kecuali bioethanol 100% (dengan memasang alat tambahan/engine dimodifikasi yang disebut flexi-car) atau campuran bioethanol dan bensin di Brazil. Biomassa, bagas, jerami, sekam, dan sejenisnya yang amat melimpah di Indonesia dapat diubah menjadi biobutanol dengan hasil samping gas hidrogen, aceton, metanol, dll. Pusat Penelitian Kelapa Sawit mengubah TKS (Tandan Kosong Sawit) menjadi 3 produk utama biobutanol, bioetanol, dan aseton melalui fermentasi mikroba, meski hasilnya masih sangat rendah. Tiga mahasiswa Teknik Kimia ITB (A.R.D. Hartanti, D.J. Roria S, L.W. Dianningrum) merancang pabrik biobutanol dari (tepung) ubi kayu (Juni 2011) dengan kapasitas 18.102,44 kL/tahun melalui proses likuefaksi, sakarifikasi, sterilisasi, fermentasi (acidogenesis, dan solventogenesis), distilasi untuk mendapatkan biobutanol 99,5%. satu liter biobutanol Rp.14.800,- dapat diproduksi dari 5,8 kg tepung ubi kayu seharga Rp.2.500,-. Enzim yang diperlukan: glukoamilase (US$9,95/lb), alphaamilase (US$14,99/lb), bakteri clostridium acetobutylicum (US$205), dan clostridium tyrobutyricum (US$255). Produk samping berupa aseton (US$400/ton), gas CO2 (US$0,0076/L), dan H2 (US$0,16/L). Tiga mahasiswa Teknik Kimia ITB lainnya (E. Bratadjaja, M.E. Prasetya, dan Richard) mengolah dan merancang pabrik pengolahan tongkol jagung menjadi biobutanol, PT Tiga Perkasa. Karya mereka menjadi finalis Lomba Rancang Pabrik Tingkat Nasional (LRPTN) XII kategori Energi di kampus ITB tahun 2011. Pabrik rancangan mereka membutuhkan 1,2 juta ton tongkol jagung/tahun, sedangkan produksi nasional sekitar 12,5 juta ton tongkol jagung/tahun. Mereka menggunakan teknologi thermochemical, yaitu proses gasifikasi tongkol jagung menjadi syngas, kemudian dikonversikan menjadi alkohol melalui reaksi Fischer-Tropsch. Tongkol jagung dikeringkan (kadar air 5%), dipotong-potong (cone crusher), diolah menjadi syngas (gasifier) yang dibersihkan dari pasir olivine dan char (via cyclone), tar diubah menjadi syngas (tar reformer, reaktor berkatalis),water scrubber, dan MEA absorber menyingkirkan gas CO dan Hidrogen. Syngas yang sudah bersih diumpankan ke reaktor sintesis alkohol (fixed bed reactor dengan katalis Cu+Mn+Ni/ZrO2). Produk berupa campuran alkohol cair (+sisa syngas dan alkana lain) yang dipisahkan dalam flash drum, kemudian cairan dalam flash drum didistilasi menggunakan dua kolom. Kolom I menghasilkan metanol (96,85 %, 32,28 ton/jam) dan butanol dengan kemurnian tinggi (99,99 % mol, sekitar 16,5 ton/jam), kolom II menghasilkan campuran etanol (48,66 %mol) , propanol (24,55 %mol), dan air (20,5 %mol, 7,55 ton/jam). Nilai ekonomi: Tongkol Jagung: Rp.800,-/kg, metanol Rp2.000,-/kg, biobutanol Rp.8,800,-/kg. Limbah padat berupa pasir olivine, partikulat, dan char digunakan sebagai landfill; abu sisa pembakaran diubah menjadi batako; katalis jenuh diregenerasi. Limbah cair berupa senyawa organik dan sulfur diolah di WWT, sedangkan gas CO2 menuju sistem flare dibuang. Limbah gas lainnya berupa NH3, H2S dikirim ke sistem scrubber dan absorber. Total investasi diduga Rp800 miliar dengan kapasitas produksi 120 ribu ton/tahun (300 hari/tahun), dengan ROI 19,2%; RR 28,23%,; Payback Period 3,5 tahun; dan BEP 12%. Lokasi yang disarankan adalah di Bojonegoro, Jawa Timur yang diharapkan dekat dengan bahan baku dan utilitas. SURYA Potensi PLTS Indonesia sangat besar, di atas 1 TW (1000 GW). Indonesia adalah negara dengan serapan tenaga surya terbesar di ASEAN, karena matahari disajikan setiap hari sepanjang tahun. Intensitas radiasi rata-rata 4,8 kWh/m2/hari, NTB dan Papua tertinggi 5,7 kWh/m2/hari dan Bogor terendah 2,56 kWh/m2/hari. Kapasitas terpasang: 12.1 MW.

Kemen ESDM membangun 1 unit PLTS (25 kW) di desa Wargasara, kec. Tirtayasa, Kab.Serang, Banten untuk 320 KK. Unit ini menambah 2 PLTS (15 kW) yg sudah ada di desa Pulo Panjang, kec. Pulo Ampel. PT PLN mengalokasikan kepada Pemkab Nunukan, Kalimantan sebanyak 400 PLTS pada Mei 2012 yang seluruhnya akan menjadi 3000 PLTS. Si penerima PLTS akan otomatis menjadi pelanggan PLN. PT PLN mengoperasikan PLTS 600 kW di Morotai, Maluku Utara, dan penghematan BBM sekitar 2,5 miliar/tahun. Sebelumnya PLTS 350 kW dioperasikan di P. Sebatik, Kaltim, berbatasan dengan Malaysia, dan PLTS Miangas 100 kW, Sulsel, berbatasan dengan Filipina. Untuk memenuhi kebutuhan PLTS di Indonesia, tahun 2011 pemerintah membangun pabrik PLTS di Indonesia, dan PT LEN Industri (Persero) ditunjuk untuk mengelolanya dengan kapasitas produksi pabrik fotovoltaik 50 MW per tahun menggunakan teknologi Thin film. Kemampuan pabrik akan ditingkatkan 10 MW/tahun hingga 90 MW. Pabrik ini akan menelan investasi US$ 125 juta atau sekitar Rp,1,25 triliun guna mengalihkan ketergantungan produk sel surya yang selama ini diimpor. Pabrik yang berlokasi di Karawang Barat, Kab. Karawang, Jabar, dibangun di lahan bekas pabrik tekstil ISN seluas 28 Ha. Tahun 2011, PT Surya Energi Indotama, anak perusahaan PT LEN Industri (Persero), membangun PLTS 100 kWp untuk PLN di Banda Naira yang terhubung ke jaringan listrik nasional. Di samping itu, PLTS 200 kWp di Gili, P. Trawangan, 80 kWp di Tual, P. Dullah Laut, dan 6 PLTS di 6 desa di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara atas biaya PT Antam Tbk Rp.1,4 miliar yang berkapasitas masing-masing 0,5 kW juga sukses dibangun. Tahun 2011, PLN membidik pulau-pulau kecil di KIT guna membangun 100 PLTS 22 MW dengan dukungan pendanaan dari Bank Dunia, sedangkan pada tahun 2013, 1000 pulau terpencil diharapkan sudah dapat dialiri listrik dari PLTS dengan pola sistem listrik kepulauan. PLN juga membangun 6 PLTS di KIT, yaitu di Derawan, Bunaken, Raja Ampat, Wakatobi, Banda, dan Trawangan. Februari 2011, PLTS Bunaken telah diresmikan oleh Gubernur Sulut dan Direktur PLN agar beroperasi 24 jam yang dibangun di atas tanah 7 HA dan menghasilkan listrik hingga 400 kW. Mesin utama berasal dari Australia, baterai dari Jerman, dan panel-panel surya dari China. PLTS ini mampu menyediakan listrik seluruh perumahan penduduk dan sarana lainnya. PT PLN bekerjasama dengan PT Surya Energi Indotama (anak perusahaan PT LEN Industri (Persero) membangun PLTS di Pulau Miangas 85 kW Sulut dan Pulau Sebatik 340 kW Kaltim dengan dana Rp.16,5 miliar yang berasal dari APLN (bagian dari proyek PLTS 100 pulau) dan beroperasi Agustus 2011. Sementara, Marampit, Kabupaten Talaud, dan pulau Makalehi di Sitaro menunggu giliran. Target PLN lainnya adalah Manado Tua, Nain, Mantehage, Talisa, Dapalan, Karatung, Nanedakele, Biaro, dan Gangga. Tahun 2011, Pemprov Jawa Tengah menargetkan pembangunan 213 PLTS di Wonogiri, Sragen, dan Boyolali. Pemerintah Jepang membantu warga desa Labuan Sangor, Maronge, Sumbawa, NTT dengan memberikan 2 alat penjernih air tenaga surya (buatan Torey International) sebagai sumbangan dari PT Bio Greenland (BGL), investor tanaman jarak rambutan asal Jepang. Samsung C&T Co. Korsel meneken MoU tgl 18 Mei 2011 dengan pemerintah Indonesia (melibatkan PLN dan perusahaan lokal) untuk mengembangkan PLTS berdaya sekitar 50 MW di Madura/Bali. Samsung berpengalaman membangun PLTS di Australia dan Kazachstan. Dinas Pertambangan dan Energi Sumut telah menyelesaikan 250 PLTS, di antaranya 85 unit di Desa Satahi Nuli, Kec. Kolang, Kab. Tapanuli Tengah, 85 unit di Desa Parausorat Sitabotabo, Kec. Saipar Dolok Hole, Kab. Tapanuli Selatan, dan 80 unit di Desa Napa Gadung Laut, Kec. Padang Bolak, Kab. Padang Lawas Utara. Pembangunan itu menelan biaya sekitar Rp.1,8 miliar. PLTS tahap I di NTB menerangi 1.000 KK di lokasi: Longseran Barat Utara (Lombar), Poan Selatan (Lombar), Sintung Barat (Lomteng), Kembang Sri Utara (Lomtim), Barang Panas (Lomtim), Sukatani (Lomtim), Limbungan Barat (Lomtim), Sempol (Lomtim), Lembah Bedak (Lomut), Temuan Sari (Lomut). PLTS tahap II di NTB akan menerangi 700 KK di lokasi Kab. Bima, Dompu, Sumbawa, Sumbawa Barat.

Pemprov NTB menganggarkan dana dari APBD untuk pembangunan 110 unit PLTS th 2012 di kab. Lombok Timur dan Bima. Th 2011, dana APBD telah dialokasikan untuk 494 unit PLTS berskala kecil 10-55 Wattpeak untuk 20 rumah dengan aki penyimpan 200 A yang harganya berkisar antara Rp3,56juta per unit di 4 kab, yaitu Bima, Lomtim, Lombar, dan Lomteng. Selama ini, 5.785 unit PLTS sudah dibangun di 7 kab. di NTB, terbanyak di Pulau Lombok. PLTS Pulaupisang 20 MWh (untuk 263 rumah+40 fasilitas umum, APBNP Rp.5,5 miliar, bantuan KKP), kec. Pesisir Utara, Lampung Barat, diresmikan Maret 2012.Biaya Op&Rawat sekitar Rp.30-50 ribu per rumah. Warga dilatih agar dapat mengoperasikannya. Perekayasa ITS Surabaya menggunakan PLTS di kapal motor sebagai wisata sungai. Mahasiswa Teknik Fisika ITB menggunakan ekstrak ketan hitam sebagai sel surya organik pengganti silikon sintetik yang mampu menghasilkan arus listrik sekitar 1,9 mA. Penelitian tentangdyesensitezed solar cell (DSSC) masih terus dilanjutkan (mis. ekstrak buah naga merah). PT Angkasa Pura I bekerjasama dengan Sintesa Group dan SunEdison membangun PLTS di Empat bandara Internasional (akhir 2014) (Ngurah Rai/Bali 15MW, Djuanda/Surabaya, Sepinggan/Balikpapan, dan Hasanudin/Makassar) dengan biaya US$45juta (Rp450miliar) untuk daya total 50 MW. Tim Sapu Angin Surya Indonesia ikut berlaga dalam lomba mobil surya sepanjang 3000 km (DarwinAdelaide) di Australia. Riset: Sel surya Gen. III berupa bahan dasar zat organik dan serbuk nano TIO2 masih terus dikembangkan agar mendapatkan harga sel murah dan efisiensi serapan matahari yang tinggi.. ANGIN / BAYU Potensi energi: 9,3 GW. Kapasitas terpasang: 1,1 MW. PT PLN (Persero) membangun PLTB 5x200 kW di Waingapu (sepanjang pantai) dan di Soe (di atas bukit) Timor Tengah, Flores, NTT dengan skema IPP (Independent Power Producer, listrik swasta). Beberapa PLTB sudah ada di P. Rote dengan daya 2x10 kW yang dilaksanakan oleh BPPT, dioperasikan oleh PLN. PLTB berkapasitas 10 MW dibangun di Desa Suak Bakong, Kecamatan Kluet Selatan, Kabupaten Aceh Selatan di lahan 75 HA yang berada di tepi pantai. PLTB dengan jumlah tower 200 unit rampung tahun 2011 untuk memenuhi kebutuhan 10.000 KK yang mencakup seluruh kebupaten Aceh Selatan. PT Viron Energy yang menggandeng perusahaan Suzlon, India membangun PLTB Taman jaya Ciemas di Sukabumi, Jawa Barat dengan kapasitas 5 x 2 MW yang beroperasi th 2013 dan menghabiskan dana US$14juta. Secara bertahap kapasitasnya akan dinaikkan hingga 100 MW selama 5 tahun ke depan. Jembatan Suramadu bakal dilengkapi PLTB sepanjang 5,4 km bila laju angin mencapai 3 m/detik. Setiap lampu membutuhkan daya 500 Watt, 300 Watt dari PLTB, kekurangannya akan dipasok oleh PLTS. Kincir angin 77 kW sebanyak 48 buah dipasang di Pesisir bantul, di pantai Pandansimo, Kec. Srandakan, Kab. Bantul, Yogyakarta. Listrik dari kincir angin tersebut dimanfaatkan pabrik pengolahan es balok bagi nelayan untuk mengawetkan hasil tangkapannya, dan es kristal bagi wisatawan yang berkunjung ke pantai Pandansimo. Ditjen EBTKE meneken MoU dengan UPC Renewables Indonesia Ltd. guna melaksanakan Studi Kelayakan PLTB 50 MW di Pantai Samas, Kab. Bantul, Prov. DIY. UPC menggandeng PT Binatek Reka Energi untuk mengembangkan wind farm 50 MW itu di desa Patehan, Kec. Sanden, yang meliputi 33 turbin angin (1,5 MW/turbin) via PPA dan listriknya dijual ke PLN (Rp.1.200,-/kWh). Investasi PLTB itu sekitar US$75-100juta dengan memanfaatkan teknologi terkini, kandungan lokal dan pekerja lokal. Sementara, pantai Sukabumi bakal memproduksi 200 MW dengan TKDN masih 35%. Daerah lain seperti Sulsel (Sidrat), Madura, dan Bangka Belitung berpotensi untuk dibangun PLTB selanjutnya.

Potensi PLTB di NTB cukup memadai dengan laju angin berkisar 3,5-7 m/detik. LAPAN membuat proyek percontohan PLTB 7 kW (7 unit). Potensi PLTB di P. Lombok 60 kW (10 unit), dan Sumbawa 40 kW (10 unit). PLTB digunakan pula di kapal nelayan di Pelabuhan Ratu, Jabar oleh SKEA (Sistem Konversi Energi Angin). Investor Jepang, Wing International Co.Ltd., produsen turbin 100-1000 Watt berencana membangun pabrik turbin angin di Indonesia yang beroperasi April 2012. PLTH SBD (Hibrida Surya-Bayu-Diesel) Target hingga 2015: 18,115 GWh (BPPT-UNDP). Dana: GEF (Global Environment Facility). Program PLT Hibrid SB (Wind Hybrid Power Generation, WHyPGen) dimatangkan di Kab. Kayong Utara, menggunakan teknologi kerjasama BPPT-UNDP untuk dibangun di desa Pelapis, Kep. Karimata, Kalbar. WHyPGen menyasar 8 titik lain di NTT (>50MW), Banten, Yogyakarta (100MW), Jabar (100MW), dan Bali. Uji-coba teknologi hibrid di Pandansimo juga telah dilakukan dengan memasang 34 unit menara setinggi 100 m guna menghasilkan listrik 50 kW yang akan dimasukkan ke jaringan PLN. Kemenristek melatih masyarakat Natuna mengelola PLT hibrid SB. Teknologi buatan LAPAN dicoba di Biak Numfor, Papua. Mahasiswa Unand Padang (TE) membuat PLT sistem hibrid PLTB/PLTS dengan ketinggian 50 m di kawasan Pantai pasir Jambak, Kec. Koto tengah, Kota Padang, Sumbar yang mampu memberikan listrik 1200 Watt. BPPT bekerjasama dengan KNRT, PT PLN (Persero) dan Pemda mengembangkan energi terbarukan dengan cara menggabungkan 3 pembangkit listrik seperti tenaga surya, bayu/angin, dan diesel yang disebut PLTH SBD, guna mendapatkan catu daya listrik yang kontinyu dengan efisiensi yang optimal di pedesaan dan daerah terpencil. Contoh: PLTH SBD Wini 64 kW, Kec. Insana Utara, Kab. Timor Tengah Utara, NTT dengan komposisi alat berupa 1) Surya (50 kWp/240 Volt), 2) Bayu (10 kW), 3) Diesel (150 kVA, cadangan), 4) Baterai 4000 Ah (240 unit, masing-masing 120 unit, 240 V/2000 Ah), dan 5) BDI (Bi-directional inverter) yang memasok daya listrik kepada 509 KK rata-rata 942 kWh/hari selama 24 jam. PLTH SBD dikembangkan guna membantu PLTD yang sudah berjalan agar bila terjadi kekurangan pasokan BBM mendadak, Desa tersebut masih dapat dialiri listrik. PLTD menjadi sumber energi cadangan saja. Beban dapat dipasok dari genset maupun inverter secara paralel. Kelebihan daya dari genset dimasukkan ke baterai BDI yang digunakan untuk menjembatani antara baterai dan sumber AC. BDI dapat mengisi baterai dari genset (AC-DC converter) maupun sumber energi terbarukan, yang juga beraksi sebagai DC-AC converter. PLTS dan PLTB masuk pada sisi DC, sedangkan genset masuk pada sisi AC. Urutan kerja PLTH SBD adalah: 1) Kondisi beban rendah: pasok daya berasal dari baterai 100%, modul surya, dan angin, sementara diesel mati. 2) Beban di atas 75%: bila baterai mulai kosong, diesel beroperasi, sekaligus mengisi baterai hingga 70-80% (tergantung setting). Kendali hibrida berfungsi sebagai charger, tegangan AC dari diesel diubah ke DC untuk mengisi baterai. 3) beban puncak: diesel dan inverter beroperasi paralel, bila diesel tak mampu sampai beban puncak. Jika genset cukup memasok hingga beban puncak, maka inverter tidak bekerja paralel dengan genset. Semua pengaturan dilaksanakan oleh Kendali Hibrida. NUKLIR Potensi energi listrik dari ET di Indonesia sungguh sangat besar, > 8394 GW, yang berasal dari PLTA ~75 GW, PLTMH ~231 GW, PLTAL >7.000 GW, PLTP ~28,5 GW, Biomassa ~50 GW, PLTS >1.000 GW, dan PLTBayu ~9,3 GW. Jumlah itu belum termasuk potensi energi listrik dari BBM, Gas (PLTG),

dan Batubara (PLTU). Sementara, kapasitas pembangkit terpasang di Indonesia diduga (Okt 2013) adalah ~46,4 GW. Kebutuhan listrik Indonesia mencapai sekitar 40 GW (Sep 2013), tahun 2030 diperkirakan sebesar 160 GW dan th 2050 sekitar 450-550 GW dengan catatan kebutuhan listrik meningkat sekitar 9% per tahun. Bila potensi ET yang sangat besar itu serius dikembangkan, maka ET dapat memenuhi pasokan energi Indonesia yang menyamai bahkan ratusan kali melebihi pasokan energi yang dibangkitkan oleh PLTN. Peristiwa PLTN Fukushima menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia guna mengambil keputusan politik dalam suasana kontroversi pro dan kontra, sekaligus memilih generasi PLTN terkini (III/III+). Presiden RI telah memutuskan bahwa pembangunan PLTN komersial (skala besar) akan menjadiopsi terakhir untuk pemenuhan energi di Indonesia dengan mendahulukan sumber energi dari ET. Sementara, Menristek menyinggung bahwa PLTN Eksperimental (EPR, jenis HTGR/HTTR Gen. IV) 25-30 MWth (8-10 MWe) (skala kecil, Rp.1,6 triliun, BATAN sebagai operator) direncanakan akan dibangun th 2014-2015 di Serpong, Tangsel, Banten, guna menyiapkan SDM Indonesia yang trampil dan mumpuni di bidang pengoperasian PLTN. IAEA bersedia mendukung dan membantu program EPR. Fasilitas tsb akan mempelajari kemampuan EPR menghasilkan listrik dan produksi gas hidrogen. Di sisi lain, Kerma Jepang-Indonesia menyinggung perencanaan reaktor jenis HTGR(hingga 100 MWe) untuk memenuhi kebutuhan listrik dan panas di Kalimantan, Sulawesi, dan pulau lainnya . Pengusaha Rusia berminat mengembangkan nuklir di Indonesia dengan menawarkan tongkang PLTN-nya (akademik Lomonosov), yang sesuai dengan kontur kepulauan di Indonesia. Kelebihan tongkang PLTN (PLTN terapung) adalah dapat berpindah-pindah, dan limbah nuklirnya dibawa pulang ke Rusia. Hal itu diperkuat lagi dengan kunjungan wakil Rusia ke Wakil Presiden RI (JK) danBATAN untuk mendukung target tambahan daya listrik nasional 35 GW dalam 5 tahun. Rusia melirik P. Batam sebagai lokasi PLTN, karena konsumsi dan pertumbuhan listrik di Batam sangat tinggi. Sep 2014, Rosatom mengusulkan kerma PLTN 1200 MW dengan nilai investasi USD 9 miliar (Rp.100triliun). BPPT menilai pembangunan PLTN sudah dapat dimulai tahun 2020, dan beroperasi pada tahun 2028, karena dinilai pengembangan EBT saat ini cukup lambat. Akan tetapi, ESDM (Nov 2014) menyinggung bahwa meski rencana pembangunan PLTN sudah masuk KEN (Kebijakan Energi Nasional), realisasi pembangunannya (dalam RUEN) dimulai tahun 2025 dengan daya awal sekitar 5 GW. MPEN (Majelis Pertimbangan Energi Nuklir, 7 orang) dalam waktu dekat akan dibentuk.Buku putih percepatan pembangunan PLTN 5 GW di Babel th 2014-2024 sedang disiapkan oleh Kementerian ESDM. Provinsi Bangka Belitung (Babel) merencanakan pembangunan PLTN, karena aspek geologi yang baik / lapisan granit di pulau ini tidak bergerak. Lokasi PLTN yang paling tepat adalah di desa Sebagin, Simpang Rimba, Kab. BaSel (1000 MWe x 4/6 PLTN), dan Teluk Manggris di Muntok, BaBar (1000 MWe x 6/8 PLTN). Keduanya berada sekitar 30 Km dari pantai Barat Sumatera yang mudah disambungkan ke Jawa-Sumatera grid dan Asean grid ke Singapura dan Malaysia. BB Nuklir thorium (Th) (ditaksir sekitar 23.000 ton) juga ditemukan di Provinsi ini bersama timah, zirkon (oksidanya / zirkonia lazim dipakai sebagai bahan baku fuel cell, SOFC), uranium, Logam Tanah Jarang (LTJ) (Nd, Y, Sc, Eu, Gd, Dy, Er, dll). Lahan 850 Ha di Muntok dan 850 Ha di Simpang Rimba telah disiapkan untuk beberapa PLTN ke depan. Pengembangan PLTN skala kecil menengah (SMR) di Babel, misalnya RGTT200, KLT40 (Rusia),mPower (B&W, AS), SMART (Korsel), dll. juga amat memungkinkan dilakukan, kendati biaya kWh SMR lebih mahal dibandingkan reaktor besar. Di samping BATAN, ITB dan UGM (Fisika Teknik) juga mengembangkan SMR. PLTN jenis SMR ini digadang-gadang akan dibangun di Indonesia dalam waktu dekat, dan PLN siap menjadi operatornya. Pemerintah (Menristek) juga melirik Kalsel sebagai salah satu calon tapak PLTN masa depan. Pemprov Kaltim juga berminat mengembangkan PLTN di Kaltim asalkan kajian menyeluruh dilakukan terlebih dahulu. Kerjasama Kaltim dengan pihak swasta Rusia di bidang energi nuklir (juga pertanian

dan

kesehatan)

sedang

dijajagi.

SEL TUNAM (FUEL CELL) (umpan: Gas Hidrogen / Gas Alam / Metan / Biogas / Etanol) Pengembangan teknologi ini lambat di Indonesia, meski LIPI, BPPT, BATAN, ITB, dll telah memulai riset dasarnya. Pembangkit Listrik Tenaga Sel Tunam (PLTST) berkapasitas 0,3 MW (DFC300) dicoba dibangun di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta (dana hibah, 3 juta USD), oleh pemerintah Korsel via KOICA hasil kerjasama POSCO (Korsel) dengan PT Propertindo. Desain PLTST dibuat oleh Fuel Cell Energy Korsel yang telah mampu memproduksi energi 58,8 MW (terbesar di dunia yang dibangun di kota Hwasung selama 14 bulan dan terdiri atas 21 sel tunam MCFC berdaya 2,8 MW yang dipasang seri, 21 DFC3000 oleh konsorsium POSCO EnergyKorsel, Gyunggi Green Energy, dan Fuel Cell Energy AS). Jalur gas alam (metan)/gas hidrogen/biogas diperlukan bila ingin membangun PLTST di Indonesia. Di Luar Negeri, PLTST telah banyak digunakan di perumahan, Universitas / Institusi, Supermarket, Industri, dll. Puslit Fisika Terapan LIPI pernah menciptakan purwarupa sepeda motor, Versa, yang masih perlu perbaikan. BPPT (Eniya LD dkk) juga terus mengembangkan purwarupa sepeda motor FC (PEMFC) terutama dari sisi keandalannya. INAFHE dibentuk untuk mempercepat pengembangan FC di Indonesia. PT Cascadiant telah memanfaatkan sel tunam dalam industri telekomunikasi sebagai daya cadangan pada BTS (Base Transceiver Station) di daerah. Satu botol gas H2 (0,5 kg) mampu menyediakan listrik 7 kWh. Enam botol digunakan sebagai back-up selama 42 jam. Ada 472 unit sel tunam (2011) dipakai pada BTS yang bekerjasama dengan Hutchinson dan Ida Tech. Toyota Indonesia mempromosikan mobil sel tunam (FCV) dengan kemampuan jelajah 700 km (gas hidrogen) dalam ajang IIMS (2014) yang akan diproduksi April 2015. SANTRI,

AGEN

UTAMA

ET

DI

PEDESAAN

Pondok Pesantren (Ponpes) dapat dijadikan basis mengubah pola fikir penggunaan energi fosil ke EBT sekaligus tempat pengembangan EBT. Hal itu sesuai dengan program rancangan LPLH-SDA MUI hasil Munas MUI VIII 2010, yaitu pemberdayaan ponpes bagi kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Di Indonesia terdapat lebih dari 9000 Ponpes dan jutaan santri. Para santri memiliki posisi sangat strategis di mata masyarakat, karena pemahaman agama mereka sangat menunjang dan kata-kata mereka diikuti oleh warga. Oleh karena itu, mereka dapat dijadikan agen utama yang berpotensi merevolusi kondisi penggunaan EBT saat menyosialisasikan kepandaian mereka. Langkah awal, para santri perlu dilatih apa saja tentang EBT dan penerapannya, guna meneruskan hasil pendidikan mereka ke teman-teman mereka, dan selanjutnya meneruskannya ke masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka. Contohnya, Ponpes Nurul Bayan, Desa Cihampelas, Kec. Cililin, Kab. Bandung, memanfaatkan biobriket dari enceng gondok, sedangkan ponpes Bina Insani, Ketapang, Susukan, Semarang memanfaatkan sampah di sekitar ponpes. Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah (PAYM) Bojonegoro, Jawa Timur, dan ponpes Al-Amin, Desa Bojong gede, Kabupaten Bogor, Jabar, memanfaatkan biogas dari limbah sapi. Ponpes Darul Qur'an, (400 santri) di Kabupaten Gunung Kidul, dan ponpes Al Hikmah (700 santri), Kab. Bantul, DIY, Ponpes Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai (Rakha), Kab.Hulu Sungai Utara, Kalsel, menggunakan biogas dari limbah santri/manusia untuk kompor, penerangan, dan listrik genset 5 KVA. BLH Prov. Bengkulu & LIPI memanfaatkan tinja untuk biogas dan bioelektrik di PonpesPancasila, Darussalam, dan rusunawa di Univ. Bengkulu. Ponpes Riyadlul Ulum (2500 santri), Condong, Cibeureum, Tasikmalaya seluas 5 Ha, memanfaatkan tinja santri, sampah sisa makanan, serasah halaman, dan biomassa lainnya di sekitar pesantren yang berencana mendapatkan 125 m3 biogas per hari. Peralatan yang ada hanya berupa Bak Cerna BD 3000L berkapasitas 3000 liter/hari dengan fermentor anaerobik bakteri metagenesis GP-7, dan gas metan yang dihasilkan dimurnikan menggunakan methane purifier12135 sehingga mendapat gas

metan (> 70%) sekitar 4,6 m3/hari. Listrik dari biogas (~100 %) mampu menggerakkan genset bio elektrik 1 kW secara ajeg selama 5 jam. Lumpur (slurry) keluaran dari bak cerna digunakan sebagai pupuk kolam yang menghidupkan jasad renik dan plankton sebagai bahan makan ikan yang sesuai dengan sanitasi kesehatan. Ponpes Suryalaya (50kW) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Ponpes Roudlotul Tolibin (174 kW), Wanganaji, Wonosobo, Ponpes Latansa, Parakan Santri, Lebak (2x50 kW), dan PonpesNurussalam (Bunut Jambul, 30 kW) Tetebatu, Sikur, Kab. Lombok Timur, NTB memanfaatkan PLTMH. Ponpes Al-Hikmah, kec. Betung, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, memanfaatkan PLTS untuk menggerakkan Instalasi Air Minum (sumbangan PT Medco E&P yang bekerjasama denganLions Club Wiesbanden, Jerman, dan METI) guna mencukupi air bersih bagi para santri. Ponpes Sunan Drajat, Paciran, Lamongan,Jawa Timur memanfaatkan minyak kemiri sunan untuk pembuatan biodiesel. Ponpes Al-Ishlah, Grujugan, Bondowoso, Jatim via PT Biiznillah Tambang Nusantara (PT BTN) milik pesantren tsb sepakat (April 2013) menggarap proyek energi terpadu dengan 2 perusahaan dari China (CMEC) dan Malaysia (BTN Power Sdn Bhd) di kawasan industri seluas 2,000 Ha di Situbondo. Lahan seluas 11,000 Ha di Maluku juga disiapkan untuk memproduksi minyak sawit.