Hangga Yudha Wibisono_12213083_Kamis_Modul3.pdf

* The preview only display some random pages of manuals. You can download full content via the form below.

The preview is being generated... Please wait a moment!
  • Submitted by: Hangga Wibisana
  • File size: 374.1 KB
  • File type: application/pdf
  • Words: 2,237
  • Pages: 15
Report / DMCA this file Add to bookmark

Description

MODUL III PENENTUAN KUANTITAS FLUIDA PADA BATUAN RESERVOIR DENGAN METODE SOLVENT EXTRACTION LAPORAN PRAKTIKUM PETROFISIKA NAMA

: Hangga Yudha Wibisono

NIM

: 12213083

KELOMPOK

: 8 (Shift Kamis)

TANGGAL PRAKTIKUM

: 26 Maret 2015

TANGGAL PENYERAHAN : 2 April 2015 DOSEN

: Prof. Dr. Ir. Pudji Permadi

ASISTEN MODUL

: 1. Andi H. Rosman

(12211032)

2. Jody Aria Wijaya

(12211034)

LABORATORIUM PETROFISIKA PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum Penentuan kuantitas fluida pada batuan reservoir dengan metode solvent extraction 1.2 Tujuan Praktikum 1. Menentukan saturasi fluida (minyak dan air) yang terkandung dalam suatu sampel core dengan metode solvent extraction 2. Menentukan porositas suatu sampel core secara tidak langsung 3. Memahami prinsip dan cara kerja alat solvent extraction 4. Mengetahui hubungan saturasi dengan sifat batuan lainnya

1.3 Alat dan Bahan 

Alat-alat 1. Peralatan solvent extraction 2. Picnometer 3. Electric heater 4. Tabung Erlenmeyer 5. Hassler Core Holder 6. Gelas Ukur 7. Jangka sorong 8. Timbangan 9. Oven 10. Lap



Bahan-bahan 1.

Aquades

2.

Solvent

3.

Paraffin

4.

Vaseline

5.

Sampel core

1

1.4 Teori Dasar a.

Definisi Mengetahui kuantitas fluida yang ada di dalam suatu reservoir adalah hal yang sangat penting. Salah satu sifat petrofisika yang sangat membantu untuk mengetahui hal ini adalah saturasi. Saturasi didefinisikan sebagai perbandingan antara volume fluida yang mengisi pori-pori batuan dengan volume total pori-pori batuan. Secara matematis saturasi dapa dinyatakan dalam persamaan:

𝑆=

𝑉𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛

Pori-pori batuan pada suatu reservoir selalu terisi oleh fluida berupa air, minyak, dan gas, sehingga jumlah saturasi ketiga fluida tersebut harus bernilai 1.

b. Pengukuran Nilai saturasi fluida dalam suatu batuan reservoir dapat ditentukan dengan dua cara pendekatan:

a. Penentuan dengan pendekatan langsung. Pendekatan dilakukan dengan melakukan pengukuran saturasi fluida dari suatu sampel core yang diambil langsung dari suatu reservoir.

b. Penentuan dengan pendekatan tidak langsung. Pendekatan dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu beberapa sifat fisik suatu batuan reservoir yang nantinya akan diubah menjadi nilai saturasi.

Kesalahan yang sering muncul pada pengukuran saturasi biasanya dipengaruhi oleh proses pengambilan core/coring. Pada proses well testing biasanya dipakai 2 metode, yaitu water-base mud dan oil-base mud. Kedua metode ini bisa mengubah nilai saturasi asli dari formasi reservoir. Pada well testing yang menggunakan metode water-base mud, biasanya nilai saturasi air sebelum pengurangan tekanan reservoir bertambah. Sedang pada metode oil-base mud, akan ada tambahan saturasi filtrat yang terinvasi ke dalam reservoir pada saat proses pengeboran.

2

c.

Jenis Saturasi Didalam dunia perminyakan dikenal beberapa jenis saturasi yang umum digunakan untuk mendeskripsikan reservoir yang kita miliki. Beberapa diantaranya adalah : a.

Water connate saturation Adalah saturasi dari air dalam suatu formasi reservoir yang ada sejak awal pembentukan reservoir.

b.

Irreducible water saturation Adalah saturasi air yang terkandung dari suatu formasi reservoir yang walaupun diberi tekanan dengan besar bearpapun air itu tidak akan terdesak keluar.

c.

Residual oil saturatuon Adalah saturasi minyak yang terkandung dari suatu formasi reservoir yang sudah tidak dapat terdisplacement atau terdesak keluar lagi.

d.

Remaining oil saturation Adalah saturasi dari minyak yang terkandung dalam sutu formasi reservoir yang masih berpotensi untuk bisa dikeluarkan. Misalnya pada pori atau rekahan yang tidak terhubungkan dengan pori atau rekahan yang lain.

e.

Critical oil saturation Adalah nilai batas saturasi minyak untuk dapat dikeluarkan/diproduksikan dari suatu formasi reservoir. Jika nilai oil saturation < nilai critical oil saturation, maka minyak sudah tidak dapat diproduksikan lagi.

f.

Critical gas saturation Adalah nilai batas saturasi gas untuk dapat dikeluarkan atau diproduksikan dari suatu formasi reservoir. Pada keadaan critical gas saturation minyak sapat keluar/diproduksikan.

Berbagai istilah yang muncul berhubungan dengan saturasi sebenarnya dapat dijelaskan seiring dengan proses-proses yang terjadi dalam suatu formasi reservoir. Pada awal pembentukan reservoir, batuan reservoir seluruhnya terisi oleh air. Ketika proses migrasi dan pemerangkapan, hidrokarbon (minyak dan gas) yang berpindah dari source rock ke batuan reservoir mendesak air yang ada di sana sebelumnya dan pada akhirnya terperangkap di batuan reservoir dikarenakan adanya gaya-gaya seperti

3

gravitasi, perbedaan tekanan, dan capillary pressure. Proses ini terjadi seiring dengan adanya tekanan overburden terhadap reservoir. Tetapi perlu diperhatikan bahwa tidak semua air terdisplacement oleh hidrokarbon, masih ada air yang menempati pori dalam reservoir. Saturasi air yang tertinggal dalam reservoir pada akhir proses migrasi dan pemerangkapan ini disebut sebagai Connate Water Saturation (Swc) atau istilah lain yang sering dipakai adalah Initial Water Saturation atau Interstitial Water Saturation.

4

BAB II DATA DAN PENGOLAHAN

2.1 Data Percobaan a. Dimensi Sampel Core Sampel Diameter (cm) 1 2 3

Diameter rata2

Panjang (cm) 1 2 3

Panjang rata2

105A

2,54 2,54

2,53

2,537

2,53

2,53

2,52

2,527

105

2,53 2,53

2,53

2,530

2,53

2,52

2,51

2,520

b. Pengukuran Berat Core Berat core jenuh (gram) Sampel 1 2 3 105A 27,88 27,87 27,87

Berat core kering (gram) Rata2 1 2 3 27,873 24,37 24,36 24,37

27,79 27,76 27,72

27,757 25,25 25,25 25,24

105

c. Pengukuran Picnometer Jenis Volume Picnometer (cc) Picnometer 1 (parafin) Picnometer 2 (air) Jenis Picnometer Picnometer 1 (parafin) Picnometer 2 (air)

Berat Kosong (gram) Berat 1

Berat 2

Berat 3

Rata2 24,367 25,247

Berat Rata2

25

26,78

26,77

26,69

26,75

46,69

30,87

30,79

30,8

30,82

Volume (cc)

Berat setelah diisi fluida (gram) Berat 1

Berat 2

Berat 3

Berat Rata2

25

47,5

47,44

47,48

47,47

46,69

80,27

80,3

80,34

80,30

5

Volume air dalam graduated tube Sampel Volume (cc) 105A

2,5

105

0,8

2.2 Pengolahan Data a. Densitas Fluida Dari data picnometer

𝒎 𝑽 Massa fluida kita dapatkan dari selisih massa antara picnometer terisi dengan picnometer kosong. Sedangkan untuk volume nya langsung didapat dari data picnometer yang digunakan 𝝆=

Untuk Air

Untuk Paraffin

m = misi – mkosong m= 80,30 – 30,82 m= 49,48 gram

m = misi – mkosong m= 47,47 – 26,75 m= 20,73 gram

𝜌=

𝜌=

𝑚 𝑉

𝜌=

49,48 46,69

𝜌=

𝑚 𝑉

20,73 25

𝒈 𝝆𝒑𝒂𝒓𝒂𝒇𝒇𝒊𝒏 = 𝟎, 𝟖𝟐𝟗𝟎𝟕 ⁄ 𝟑 𝒄𝒎

𝒈 𝝆𝒂𝒊𝒓 = 𝟏, 𝟎𝟓𝟗𝟖𝟑 ⁄ 𝟑 𝒄𝒎

b. Massa fluida dalam core Dengan menggunakan konsep bahwa massa dari core yang dijenuhkan merupakan penjumlahan massa dari core itu sendiri ditambah fluida yang terkandung di dalamnya, kita bisa mencari besarnya massa fluida yang ada di dalam pori core. Untuk Air 𝒎=𝝆𝑽

6

Volume air yang ada didapat dari data volume air dalam graduated tube Untuk Paraffin 𝒎𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉 = 𝒎𝒌𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈 + 𝒎𝒂𝒊𝒓 + 𝒎𝒑 𝒎𝒑 = 𝒎𝒋𝒆𝒏𝒖𝒉 − 𝒎𝒌𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈 − 𝒎𝒂𝒊𝒓 Untuk core 105A Massa air

Massa paraffin 𝑚=𝜌𝑉

𝑔 𝑚 = 1,05983 ⁄𝑐𝑚3 𝑥 2,5 𝑐𝑚3 𝑚 = 2,65 𝑔

𝑚𝑝 = 𝑚𝑗𝑒𝑛𝑢ℎ − 𝑚𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 − 𝑚𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑝 = 27,873 − 24,367 − 2,65 𝑚𝑝 = 0,856 𝑔

Untuk core 105 Massa air

Massa paraffin 𝑚=𝜌𝑉

𝑔 𝑚 = 1,05983 ⁄𝑐𝑚3 𝑥0,8 𝑐𝑚3 𝑚 = 0,85 𝑔

𝑚𝑝 = 𝑚𝑗𝑒𝑛𝑢ℎ − 𝑚𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 − 𝑚𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑝 = 27,757 − 25,247 − 0,85 𝑚𝑝 = 1,660 𝑔

Sampel

massa air (g)

massa paraffin (g)

105A

2,65

0,856

105

0,85

1,660

c. Volume paraffin dan pori Gunakan lagi persamaan 𝝆= 7

𝒎 𝑽

𝑽=

𝒎 𝝆 𝒎 𝝆𝒑

𝑽𝒑𝒂𝒓𝒂𝒇𝒇𝒊𝒏 =

Untuk mengetahui volume pori dari masing-masing sampel kita jumlahkan volume air dengan volume paraffin. 𝑽𝒑𝒐𝒓𝒊 = 𝑽𝒂𝒊𝒓 + 𝑽𝒑𝒂𝒓𝒂𝒇𝒇𝒊𝒏 Untuk core 105A Volume paraffin

Volume pori

𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 =

𝑚 𝜌𝑝

𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖 = 𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖 = 2,5 + 1,0325

0,856 = 0,82907

𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛

𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖 = 3,5325 𝑐𝑚3

𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 = 1,0325 𝑐𝑚3

Untuk core 105 Volume paraffin

Volume pori

𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 =

𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛

𝑚 𝜌𝑝

𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖 = 𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖 = 0,8 + 2,00224

1,660 = 0,82907

𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖 = 2,80224 𝑐𝑚3

𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 = 2,00224 𝑐𝑚3 Sampel

v air (cm3)

105A

2,5

v paraffin (cm3) 1,0325

105

0,8

2,00224

8

v pori (cm3)

2,80224

3,5325

d. Saturasi fluida dalam pori Dari konsep saturasi bahwa saturasi adalah perbandingan antara volume fluida di dalam pori batuan dengan volume total pori itu sendiri, kita bisa mencari nilai dari saturasi air dan paraffin dalam tiap core. 𝑺=

𝑽𝒇𝒍𝒖𝒊𝒅𝒂 𝑽𝒑𝒐𝒓𝒊

Untuk core 105A Saturasi air

Saturasi paraffin 𝑆=

𝑆=

𝑉𝑎𝑖𝑟 𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖

𝑆=

2,5 3,5325

𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖

𝑆=

𝑆 = 0,7077

1,0325 3,5325

𝑆 = 0,2922

Untuk core 105 Saturasi air

Saturasi paraffin 𝑉𝑎𝑖𝑟 𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖

𝑆=

𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖

0,8 2,80224

𝑆=

2,00224 2,80224

𝑆=

𝑆=

𝑆 = 0,2855

Sampel

𝑆 = 0,7145

Saturasi air

Saturasi paraffin

105A

0,7077

0,2922

105

0,2855

0,7145

e. Porositas core Porositas merupakan perbandingan antara volume pori dengan volume total (volume bulk) 9

∅=

𝑽𝒑𝒐𝒓𝒊 𝑽𝒃𝒖𝒍𝒌

Untuk mencari nilai dari V bulk kita gunakan rumus volume untuk tabung, karena sampel core yang ada berbentuk mendekati tabung 𝟏 𝝅 𝒅𝟐 𝒕 𝟒

𝑽𝒃𝒖𝒍𝒌 = 𝑽𝒕𝒂𝒃𝒖𝒏𝒈 = Untuk core 105A Volume bulk

Porositas

1 𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘 = 𝜋 𝑑2 𝑡 4

∅=

1 𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘 = 𝜋 (2,537)2 2,527 4

∅=

𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘

3,5325 12,7678

∅ = 0,276673

𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘 = 12,7678 𝑐𝑚3

Untuk core 105 Volume bulk

Porositas

𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘 =

1 𝜋 𝑑2 𝑡 4

∅=

1 𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘 = 𝜋 (2,53)2 2,52 4

∅=

𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘

2,80224 12,6623

∅ = 0,221306

𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘 = 12,6623 𝑐𝑚3

v pori (cm3)

v bulk (cm3)

Porositas

105A

3,5325

12,7678

0,276673

105

2,80224

12,6623

0,221306

Sampel

10

BAB III ANALISIS DATA

3.1 Asumsi Percobaan Dalam percobaan ini kami menggunakan beberapa asumsi untuk membuat kondisi praktikum kami ideal, diantaranya adalah : a. Tidak ada lagi udara di dalam pori core setelah proses pendesakan b. Semua air yang terkandung dalam core sudah terekstrak keluar c. Tidak ada uap yang keluar dari system solvent extraction d. Core berbentuk silinder sempurna e. Tidak ada perubahan massa core selama proses percobaan

3.2 Analisis Percobaan a. Analisis Keberjalanan Praktikum Pada percobaan kali ini, ada tiga alat utama yang digunakan. Yaitu, liquid saturation, hessler permeameter, dan solvent extraction. Liquid saturation memiliki fungsi untuk menjenuhkan core yang ada. Ada dua jenis fluida penjenuh yang bisa digunakan, air dan minyak. Pada modul ini, yang kita gunakan sebagai fluida penjenuh adalah air. Proses penjenuhan ini berlangsung sekitar 24 jam dengan compressor dalam keadaan menyala untuk memastikan bahwa tidak ada lagi udara yang tertinggal di dalam pori-pori batuan. Hessler permeameter menggunakan perbedaan tekanan untuk mendesak minyak ke dalam core yang berada dalam keadaan jenuh air. Hal ini dilakukan karena kita ingin mengkondisikan sample core seperti keaadaan saat baru ditemukan, sehingga hasil yang didapatkan dapat merepresentasikan nilai Sw dan So secara akurat. Proses pendesakan ini sebenarnya berkaitan erat dengan proses migrasi dan pemerangkapan hidrokarbon di reservoir. Tekanan Overburden, disimulasikan pada alat Hassler Permeameter oleh tekanan dengan menggunakan gas N2. Sedangkan proses migrasinya disimulasikan oleh injeksi paraffine dengan tekanan dari kompresor. Pada proses pendesakan ini tekanan overburden diberikan dari samping sedangkan injeksi dari atas, terbalik dengan keadaan migrasi dan pembentukan reservoir. Hal ini dikarenakan pada saat proses coring, awalnya diambil core dari sumur secara vertikal, 11

Kemudian setelah itu sample core diambil secara horizontal dari core tadi. Sehingga proses pendesakan tekanan overburden dilakukan dari samping core dan injeksi dari atas (jika core berbentuk silinder). Selain itu tekanan N2 yang diberikan dari samping berguna untuk mencegah adanya paraffin yang melewati samping core. Sehingga semua paraffin yang diinjeksikan akan melewati core yang sedang diuji. Solvent extraction bekerja dengan prinsip utama melewatkan uap panas dari suatu fluida saolvent untuk ikut memanaskan dan menguapkan fluida penjenuh yang berada di dalam core. Selanjutnya uap yang terbentuk dilewatkan memalui condenser untuk mengubah fasanya menjadi liquid. Pada proses ini, air yang terkandung dalam sample core teruapkan oleh zat pelarut (toluena) yang titik didihnya 110o C, sedangkan minyak tidak ikut teruapkan karena titik didihnya jauh berada di atas suhu uap toluena. Minyak yang ikut terbawa dengan toluena semata-mata hanyalah karena sifat non-polar dari toluena dan minyak, di mana zat yang non-polar dapat mengikat zat non-polar lainnnya. b. Analisis Data Setelah melalui ketiga proses diatas, kita mendapatkan nilai saturasi air untuk sampel core 105 A, Sw sebesar 0,7077 dengan porositasnya sebesar 27,67 %. Untuk sampel core 105, didapatkan nilai Sw sebesar 0,2855 dengan porositas 22,13 %. Nilai porositas ini tergolong sangat baik. Sampel core 105 A memiliki kandungan air yang lebih tinggi dibanding sampel core 105, hal ini dapat dikarenakan sampel core 105 A memiliki sifat water wet, yaitu sampel core ini lebih mudah dibasahi oleh air. Sebaliknya, sampel core 105 adalah oil wet, sehingga batuan lebih mudah mengikat minyak.

12

BAB IV KESIMPULAN

1. Saturasi fluida dari sampel a. Core 105A i. Sw = 0,7077 ii. Sparafin = 0,2922 b. Core 105 i. Sw = 0,2855 ii. Sparafin = 0,7145

2. Nilai dari porositas untuk sampel core 105A sebesar 27,67% % dan untuk sampel core 105 sebesar 22,13 %

3. Solvent extraction bekerja dengan prinsip utama melewatkan uap panas dari suatu fluida saolvent untuk ikut memanaskan dan menguapkan fluida penjenuh yang berada di dalam core. Selanjutnya uap yang terbentuk dilewatkan memalui condenser untuk mengubah fasanya menjadi liquid.

4. Saturasi memiliki hubungan dengan sifat fisik batuan yang lain, dengan penjelasan a. Porositas Dengan data porositas, kita bisa mencari volume pori dari suatu batuan, dan dari data volume pori, kita bisa menentukan saturasi fluida di dalamnya. b. Permeabilitas Semakin besar saturasi fluida dalam batuan, semakin besar permeabilitas effetivenya, c. Tekanan kapiler Semakin besar tekanan kapiler, maka saturasi air akan semakin tinggi. d. Resistivitas Semakin besar saturasi air dalam pori batuan, semakin kecil resistivitasnya. e. Wettabilitas Jika pada saturasi air 0,5 permeabilitas relative minyak lebih besar, maka dapat dikatakan bahwa batuan tersebut bersifat water wet. Begitu juga sebaliknya, jika yang lebih besar permeabilitas relative air, maka batuan tersebut bersifat oil wet. 13

DAFTAR PUSTAKA Amyx, James W., Petroleum Reservoir Engineering. 1960. McGraw Hill book Company, New York. Monicard, R. P., Properties of Reservoir Rock : Core Analysis. 1980. Gulf Publishing Co, Edition Tecnic. Laboratorium Petrofisika. 2015. Buku Petunjuk Praktikum Petrofisika. Bandung: TM ITB.

14