Sediaan Parenteral
* The preview only display some random pages of manuals. You can download
full content via the form below.
The preview is being generated... Please wait a
moment!
- Submitted by: rey
- File size: 1.7 MB
- File
type: application/pdf
- Words: 2,428
- Pages: 44
Report / DMCA this file
Add to bookmark
Description
SEDIAAN PARENTERAL
Parenteral Berasal dari bahasa Yunani : para dan enteron artinya disamping usus atau dimakasudkan tidak diberikan melalui usus, merupakan rute lain dari rute oral. Sediaan parenteral Sediaan obat steril ditujukan untuk pemberian secara suntikan atau implantasi melalui kulit atau lapisan luar yang lain diberikan langsung ke dalam cairan tubuh atau organ
Dipersyaratkan 1. Steril 2. Bebas partikel asing 3. Bebas pirogen (untuk sediaan tertentu)
Pada proses pembuatan harus diperhatikan : 1. Ruangan 2. Personil 3. Fasilitas 4. Bahan baku & Pembawa 5. Proses pembuatan 6. Kontrol kualitas 7. Kemasan & Etiket
KLASIFIKASI SEDIAAN PARENTERAL I.
Berdasarkan Wadah 1. Single dose 2. Multiple dose
II.
Berdasarkan kontrol & produksi 1. Small Volume Parenteral (SVP) 2. Large Volume Parenteral (LVP)
III. Berdasarkan bentuk sediaan 1. Larutan atau emulsi 2. Sediaan padat kering atau cairan kental, yang tidak mengandung zat tambahan 3. Sediaan padat kering atau cairan kental yang mengandung satu atau lebih zat tambahan 4. Sediaan suspensi 5. Sediaan padat kering untuk suspensi steril
KEUNTUNGAN : 1. Memberikan respon fisiologik yang cepat 2. Untuk obat-obat yang tidak efektif bila diberikan secara oral 3. Untuk penderita yang tidak kooperatif, muntah atau tidak sadar 4. Dapat dikontrol oleh dokter 5. Dapat memberikan efek local 6. Dapat memberikan prolonged drug action 7. Untuk koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh 8. Untuk penderita yang tidak dapat menerima makanan melalui mulut
KERUGIAN : 1. Diberikan oleh orang terlatih dan dibutuhkan waktu lama 2. Cara aseptik ketat dan rasa sakit 3. Efek fisiologi sulit dihilangkan 4. Lebih mahal 5. Menimbulkan komplikasi.
FORMULASI SEDIAAN PARENTERAL
Formula : R/ Bahan Aktif Bahan tambahan Pembawa
Mempertimbangkan aspek : I.
Sifat fisikokimia bahan aktif, a.l. : 1. Struktur molekul 2. Berat molekul 3. Titik lebur 4. pKa 5. Kelarutan 6. Bentuk kristal 7. Stabilitas (pH, cahaya, suhu dan oksigen)
II.
Rute pemberian 1. Volume 2. Pembawa
3. Bentuk Sediaan 4. Tonisitas
Tabel 1. Beberapa rute pemakaian secara parenteral Rute
Volume lazim (ml)
Pembatasan formulasi
Tipe pengobatan yang diberikan
Rute parenteral utama
Small volume parenteral subkutan intramuskular
2 2
intravena
50
large volume parenteral
100 (infus)
Rute parenteral lainnya intraarteri
2 – 20
Tidak harus isotoni Dapat berupa larutan,emulsi, minyak, atau suspensi, lebih disukai isotoni Larutan dan beberapa emulsi Larutan dan beberapa emulsi
Insulin, vaksin Hampir semua golongan obat
Larutan dan beberapa emulsi
Media radiopaque, antineoplastik, antibiotik Anestesi lokal, analgetik, senyawa neurolitik. Anestesi lokal, narkotik, 2- agonis, steroid
Intratekal (intraspikal)
1 – 4
Harus isotoni
intraperidual
6 – 30
Harus isotoni
intrasisternal intraartikular
2 – 20
Harus isotoni Harus isotoni
intrakardial
0,2 – 1
intrapleural
2 – 30
Tes diagnostik intradermal
10
Sebaiknya isotoni
Hampir semua golongan obat Hampir semua golongan obat
Morfin, anestesi lokal, steroid, NSAIDs, antibitik Obat-obat kardiotonik, kalsium Anastesi lokal, narkotik, senyawa khemoterapi Senyawa diagnostik
Ad. Rute pemberian 1. 2. -
Intradermal (i.d) atau intracutan (i.c) disuntikkan di kulit, antara lapisan dermis dan epidermis Volume yang disuntikkan sangat kecil (0,1 – 0,2 ml) Absorbsi lambat sehingga 0.0.a lambat Untuk tujuan penentuan diagnosis, imunisasi, dan tes alergi Subcutan (s.c) disuntikkan di bawah kulit, di jaringan subkutan Respon obat lebih cepat daripada i.d. Volume yang disuntikkan 1 ml atau kurang, misal pada pemberian insulin 3. Intramuscular (i.m.) - disuntikkan ke dalam otot rangka di bagian bahu, pada bokong - Volume yang disuntikkan > 2 ml dan tidak > 4 ml pada satu sisi - o.o.a. obat< rute I.v. tetapi memberikan d.o.a. lebih lama daripada i.v. - Bentuk sediaan yang dapat disuntikkan : larutan dalam air, minyak dan suspensi
4. Intravena (i.v.) -
disuntikkan ke dalam vena, berhubungan langsung dengan pembuluh darah pada permukaan atas siku (tertutup, lokasi mudah dan berhungan dengan vena-vena besar lain di tangan
-
Volume yang disuntikkan 1 ml atau lebih sampai 500 ml (lebi)
-
SVP memberikan efek cepat, LVP mengandung nutrisi penambah darah, elektrolit, asam amino, antibiotik dll untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.
-
Bahaya pemberian rute i.v. terbentuk thrombus dan embolus sehingga terjadi emboli.
ad. Pembawa 1. Air.
a. Water for Injection (WFI) b. Sterile Water for Injection (USP) c. Bacteriostatic Water for Injection (USP)
TABLE 2 – 1. Comparison of Types of Water Type Purilied Water U.S.P.
Preparation Method
Pyrogen - Free
Sterilie
No.
No.
Yes
No.
Packaging
Bacteriostatic Agent
Use
Water for Injection U. S. P.
Distillation ion exchange Distillation Reverse osmosis
Sterile Water for Injection U.S.P.*†
Distillation Reverse osmosis
Yes
Yes
Bacteriostatic Water for Injection U.S.P. ‡ § Sterile Water Irrigation*
Distillation Reverse osmosis
Yes
Yes
Multiple-dose and single dose containers
Yes
Same as Water for Injection above, as sterile solvent for sterile solids, for dilution of sterile solutions provided aseptic technique is used. Same as sterile solvent
Distillation Reverse osmosis
Yes
Yes
No
Irrigating solution
Sterile Water for Inhalation
Distillation Reverse osmosis
Yes
Yes
One liter or larger; wide mouth, does not need to meet particulate matler requirements for LVP; to be labeled “For irrigation only” and “Not for injection” Single-dose containers
Yes No.
Humidifiers Inhalation
* † ‡ §
Tight containers
No.
Pharmaceutical solvent
1. Use within 24 hour or store below 50 C or over 800 C; or 2. sterilize; or 3. discard Single-dose containers
No
Manufacture of parenteral products that are going to be sterilized.
No
No added substances including bacteriostatic agents. Not suitable for intravascular injection without having been made isotonic Consider compatibility between bacteriostatic agent and drug. Benzyl alcohol or combination of paraben esters commonly used.
2. Non air Digunakan bila faktor fisika kimia pembawa air tidak memungkinkan untuk digunakan misal kelarutan stabilitas Syarat pembawa : a. Tidak mengiritasi b. Tidak toksis c. Tidak menimbulkan efek farmakologis d. Tidak mempengaruhi aktivitas obat e. Memenuhi sifat fisika kimia (pH, kekentalan t.d., kemurnian f. Tercampurkan dengan cairan tubuh Pelarut campur - Digunakan untuk tujuan meningkatkan stabilitas bahan obat terhadap degradasi kimia - Yang umumnya digunakan : a. Alkohol b. Gliserin c. Polietilen glikol d. Bensil Bensoat e. Etil Oleat
ALKOHOL - Digunakan sebagai pembawa injeksi jika cara lain tidak dapat dilakukan - Memiliki aktifitas fisiologis - Menyebabkan rasa nyeri dan kerusakan jaringan jika tidak diberikan secara hati-hati. PROPILEN GLIKOL - Relatif tidak toksik d.p. glikol lain - Menyebabkan iritasi pada pemberian s.c. dan i.m. - Dapat disterilkan dengan otoklaf tanpa terjadi dekomposisi Contoh : - Gliserol : Alkohol : Air - Propilenglikol : Air Garam-garam barbiturat dll.
MINYAK Minyak untuk injeksi Digunakan bila : a. Bahan obat tidak atau kurang larut dalam air b. Efek depo dikehendaki c. Media minyak lebih sesuai untuk prosedur diagnosik
Etiket : For intramuscular use only KERUGIAN : a. Menjadi kental pada cuaca dingin perlu penghangatan
b. menimbulkan rasa sakit pada saat penyuntikan c. jarum & syringe sulit dibersihkan d. harus disuntikkan dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya kecelakaan penyuntikan.
Pembawa minyak adalah : - minyak lemak, ester asam lemak tinggi, alam ataupun sintentis - tidak boleh mengandung minyak mineral & paraffin tidak diabsorbsi jaringan tubuh. Yang umum digunakan : a. Minyak jagung b. Minyak biji kapas c.
Minyak wijen (antioksidan alami mrp. minyak nabati yang paling stabil kec. terhadap cahaya
Harus jernih pada suhu 100C (untuk menjamin kestabilan dan kejernihan sediaan selama penyimpanan di lemari pendingin)
Bahan tambahan TUJUAN : MENAMBAH KELARUTAN OBAT STABILITAS LARUTAN SECARA FISIK DAN KIMIA STERILITAS LARUTAN MENGURANGI RASA SAKIT ATAU IRITASI JARINGAN
Ad. 1. MENAMBAH KELARUTAN OBAT a. Dipakai Co – solvent : • Polietilen glikol
• Propilen glikol • Gliserin • Etil alcohol
Untuk menambah kelarutan : • barbital • antihistamin • glikosida jantrung b. Dipakai Chemical solubilizer untuk me larutkan Niacinamid
: Ribofalvin
Sodium benzoat
: coffein
Etilendiamin
: Theophyllin
Surfaktan non ionic
: vitamin dalam minyak
Ad. 2. STABILITAS Ketidak stabilan obat dapat disebabkan : a. oksidasi udara b. pengaruh pH c. pengaruh panas pada waktu disterilkan d. cahaya ad.a.. Pengaruh udara Untuk mencegah peruraian : (i) Antiaksidan (zat untuk mencegah peruraian senyawa karena proses oksidasi) e.g. garam Na dan K dari • sulfit (SO3=) : pH > • bisulfit (HSO3-) : pH intermediate • metabisulfit : pH <
- mempunyai potensial oksidasi < obat - epinefrin dengan bisulfit epinefrin sulfonat (tidak berwarna, tidak aktif secara farmakolgis) (ii)
Gas inert (Nitrongen dan CO2) Dialirkan selama pembuatan menggantikan udara
(iii)
Chelating agent Membentuk kompleks dengan logam berat (katalis logam)
e.g.
EDTA - Na
Ad. B. Pengaruh pH Perubahan pH dapat terjadi : 1. 2. 3. 4.
Selama penyimpanan Pelepasan konstituen dari komponen wadah & tutup Larutnya gas / uap Reaksi dalam produk sendiri
Kapasitas dapar Dapar
Rentang dapar Efek stab & aktivitas
(untuk menambah perubahan pH pada pengenceran dan penambahan asam atau basa)
Bahan tambahan TUJUAN : 1. MENAMBAH KELARUTAN OBAT 2. STABILITAS LARUTAN SECARA FISIK DAN KIMIA 3. STERILITAS LARUTAN 4. MENGURANGI RASA SAKIT ATAU IRITASI JARINGAN
Ad. 1. MENAMBAH KELARUTAN OBAT a. Dipakai Co – solvent : • Polietilen glikol • Propilen glikol
• Gliserin • Etil alcohol
Dapar yang umum digunakan : -
asam asetat dan garam (pKa a. asetat : 4,75) pH = 3,75
-
asam glutamat pH : 8,2 – 10,2
-
garam fosfat pKa 1 : 2,1 pKa 2 : 7,2 pKa 3 : 12,8
ALASAN PENGATURAN pH : 1. Menjamin stabilitas sediaan 2. Mengurangi rasa sakit, iritasi dan nekrosis saat injeksi 3. Mendeteksi peruraian obat 4. Memberikan kondisi yang tidak sesuai untuk perb. m.o. 5. Meningkatkan aktivitas fisiologi
Ad. C. Pengaruh panas saat sterilisasi - b.o. tidak stabil mengendap, terurai
Karena : 1. Pelepasan alkali gelas alkaloid 2. Perubahan pH Na thiosulfat
3. Zat mudah menghablur : Ca gluconas, diatasi dengan penambahan : - Ca saccharas - Ca lactobionas - Ca galactonat - Ca ascorbinat - Ca bromida
Ad. 3. STERILITAS Penambahan zat antibakteri
Dilakukan bila a. dikerjakan secara aseptis b. multiple – dose c. sterilisasi cara filtrasi d. sterilisasi cara panas 30’ 90 – 1000C
Tidak dilakukan bila : a. Sekali suntiuk > 10 ml b. Penyuntikan secara : • intra lumbal • intra thecal • intra sisternal • peridual c. Sediaan mengandung cukup daya bacterio statik
Ad. 4. MENGURANGI RASA SAKIT ATAU IRITASI JARINGAN a). Ditambahkan zat lain mis : lokal anastetik b). Larutan dibuat isotoni Bahan pembantu mengatur tonisitas larutan • NaCl • Glukosa • Sukrosa TONISITAS
Isotoni : ( ~ 0,9 % lar. NaCl dalam air) Konsentrasi larutan = konsentrasi dalam sel darah merah
Hipotoni : Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah dari cairan tubuh hemolisa (irreversible) Hipertoni :
Larutan dengan tekanan osmotik lebih tinggi dari cairan tubuh plasmolisa (reversible bila tekanan kembali sama) Parotoni : Tidak isotoni (hipo / hipertoni) Injeksi yang harus dibuat isotoni : 1. Injeksi I.V. volume besar 2. Injeksi intracutaneous – iritasi 3. Injeksi intrathecal
CARA PERHITUNGAN ISOTONI : 1. 2. 3. 4.
Penurunan titik beku Konsentrasi molekul Ekivalen NaCl Grafik tekanan uap & penurunan titik beku
Ad. 1. Penurunan titik beku Pada larutan encer penurunan titik beku dan kenaikan tekanan osmosis berbanding langsung dengan jumlah partikel dalam larutan Titik beku adalah : - 0,520C
Zat terlarut / larutan yang membeku pada – 0,520C mempunyai tekanan osmostik = darah
PERHITUNGAN : W=
0 , 52 a b
W : berat zat penambah (g / 100 ml) a. : penuruan titik beku air oleh zat terlarut yang belum isotoni b. : penutunan titik beku 1 % w/v larutan zat penambah EX. Berapa konsentrasi Pr5ocain HCl yang diperlukan agar isoosmotik dengan darah ? Penurunan t.t. 1 % Procain HCl adalah – 0,1220C
W
=
0 , 52 0 ,122
= 4,26 % w/v
Berapa jumlah Nacl yang diperlukan untuk membuat larutan fenilefrin isotonik dengan cairan tubuh. Bila dalam formula mengandung fenilefrin 2% dan NaEDTA 0.1%. Diketahui Penurunan titik beku 1% Fenilefrin adalah 0,18, dan penurunan titik beku 1% NaEDTA adalah 0,13, penurunan titik beku 1% NaCl adalah 0,576
Ad. 2. KONSENTRASI MOLEKUL Pada suhu & tekanan normal, suatu larutan yang mengandung 1 g mol zat terlarut tak terionisasi dalam 22,4 liter mempunyai tekanan osmotik 1 atm.
1 g mol / liter 22,4 atm
Tekanan osmotik darah ± 6,7 atm
6, 7 22, 4
X 1 g mol / l = 0,3 M
Setiap larutan dari zat tak terionisasi dengan konsentrasi 0,3 M akan iso-osmotik dengan plasma darah
RUMUS : W =
0,3 M N
W
= konsentrasi g / l
M
= berat molekul
N
= jumlah ion dari zat terlarut (terdisosiasi sempurna)
Ex. Berapa konsentrasi NaCl yang diperlukan agar isoosmotik dengan plasma darah ? BM NaCl = 58,5
ion = 2
W
=
0 , 3 x 58, 5 2
= 8,8 g/ l (0,88 % w/v)
Jika larutan akan dibuat iso osmotic maka perlu ditambahkan bahan penambah yang sesuai sehingga konsentrasi total = 0,3 M Ex. Berapa konsentrasi dekstrosa yang diperlukan untuk membuat 0,12 % lar. NaCl isoosmotik c plasma darah ? (W = 1,2 g/l ; M NaCl = 58,5 ; N = 2 ; Mdex = 180) Molaritas NaCl EMC (Effective Molar Conccentration)
W
0 ,3 M N
EMC Na Cl = 0,041
EMC Dextrosa = 0,3 – 0,041 = 0,259 Konsentrasi dextrose yang diperlukan = 0,259 M
= 0,259 x 180 = 46,62 g/l (4,66 % w/v)
Ad. 3. EKIVALENSI NaCl (E) Jumlah gram NaCl dimana memberikan tekanan osmotik yang sama dengan 1 gram zat terlarut
Konsentrasi NaCl yang iso-osmotik dengan plasma 0,9 %
Ex. 1. Hitung % NaCL yang diperlukan untuk membuat 0,5 % KCl menjadi iso osmotik dengan plasma darah EKCl 0,5 % = 0,76 2. Hitung dektrosa yang diperlukan untuk membuat 1 % larutan ephedrine HCl menjadi iso-osmotik dengan plasma darah ? E Ephedrin HCl 1 % = 0,30 E Dextrosa 1 % = 0,18
JAWAB :
No. 1.
0,6 0 ,18 NaCl yang diperlukan :
= 0,9 – (0,5 x 0,76) = 0,52 % w/v
No. 2.
NaCl yang diperlukan : = 0,9 – (1 x 0,30) = 0,6
Jadi dextrose yang diperlukan : = 0,6 / 0,18 = 3,3 % w/v
LATIHAN : Berapa konsentrasi NaCl yang diperlukan agar 2 % larutan methoxamine hidrochloride iso-osmotik dengan plasma darah ?
Kerjakan menurut metode 1, 2 dan 3. Penurunan t.b. 1 % methoxamine HCl = 0,150C Penurunan t.b. 1 % NaCl = 0,5760C
BM methoxamine HCl = 247,,7 : N = 2 E methoxamine HCl 2 % = 0,25
PENGISIAN : - Larutan obat suntik dilebihkan karena : a. pengambilan tidak bisa kuantitatif
b. pengambilan ke dalam alat suntik selalu dilebihkan mengeluarkan gelembung udara, kelebihannya dibuang
PROSEDUR Perencanaan : 1. Alat 2. Bahan yang dibutuhkan 3. Cara kerja / Pembuatan Bahan Obat (memenuhi syarat) ditimbang dilarutkan pembawa yang sesuai disaring pengisian ampul, vial botol infus) Penutup Wadah
Sterilisasi